Persebaran dan Potensi Batubara di Indonesia

Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang telah mati dan mengendap selama jutaan tahun yang lalu. Unsur-unsur yang menyusunnya terutama adalah karbon, hidrogen, dan oksigen. Batu bara digunakan sebagai sumber energi untuk berbagai keperluan. Energi yang dihasilkan batu bara dapat digunakan untuk pembangkit listrik, untuk keperluan rumah tangga (memasak), pembakaran pada industri batu bata atau genteng, semen, batu kapur, bijih besi dan baja, industri kimia, dan lain-lain. Cadangan batu bara Indonesia hanya 0,5% dari cadangan batu bara dunia.

 

Namun, dilihat dari produksinya, cadangan batu bara Indonesia merupakan yang ke-6 terbesar di dunia dengan jumlah produksi mencapai 246 juta ton. Batu bara dapat dijumpai di sejumlah pulau, yaitu Kalimantan dan Sumatra. Potensi batu bara sebagai potensi sumber daya tambang di Indonesia di kedua pulau tersebut sangat besar. Pertambangan batu bara di Kalimantan terdapat di Kalimantan Timur (Lembah Sungai Berau dan Samarinda), Sumatra Barat (Ombilin dan Sawahlunto), Sumatra Selatan (Bukit Asam dan Tanjung Enim).

Proses Terbentuknya Batubara

Batubara berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati. Proses terjadinya batu bara disebut proses inkolen (air yang ada di dalamnya dan bahan-bahan yang mudah menguap, Nitrogen makin kecil sedangkan kadar zat arang atau karbon bertambah presentasenya).

Setelah tumbuhan mati, proses penghancuran tidak dapat memainkan peranannya karena air ditempat matinya tumbuh-tumbuhan tersebut tidak atau kurang mengandung oksigen. Oleh karena itu, tumbuh-tumbuhan tidak mengalami pembusukan dan kemudian ditimbuni lempung, pasir, kerikil yang akhirnya terjadi proses pembentukan batu bara. Proses tersebut terbentuk melalui beberapa tingkatan:

  1. Stadium 1 : Proses Biokimia/ Humifikasi, sisa-sisa tumbuhan menjadi keras karena beratnya sendiri sehingga tumbuh-tumbuhan berubah warnanya tetapi masih utuh bentuknya karena tidak ada pengaruh suhu dan tekanan yang menjadi gambut atau Turf.
  2. Stadium 2: Proses Metamorfosa, sush dan tekanan bertambah tinggi dan waktu lama maka Turf berubah menjadi batu bara muda atau Lignit.
  3. Stadium 3: Pembentukan batuan berharga yaitu terjadinya batu bara, yang dapat dilihat struktur tumbuhannya. Jika temperatur tekanan meningkat terus, maka akan terjadi Antrasit dan Stradium yang akhirnya menjadi Granit.

Penimbunan danau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batubara. Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama.

Proses pembentukan batubara (coalification) dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batubara) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batubara muda) atau brown coal (batubara coklat). Ini adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah dibandingkan dengan batubara jenis lainnya, batubara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.

Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batubara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk bitumen atau antrasit. Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur tersier bawah atau batubara berumur Eosen kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan tersier atas atau batubara Miosen kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut skala waktu geologi. Dengan kata lain, kubah gambut terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal.

Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara miosen. Sebaliknya endapan batubara eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Potensi batubara Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan didaerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi.

Endapan Batubara Eosen

Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan. Ekstensi berumur eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada eosen tengah. Pemekaran Tersier Bawah terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada di tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia.

Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau dangkal. Endapan betubara eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut : Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).

Endapan Batubara Miosen

Pada Miosen Awal, pemekaran regional tersier bawah – tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada kala Oligosen hingga awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klasik yang tebal dan perselingan sekuen batu gamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batubara miosen yang ekonomis terutama terdapat di cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan cekungan Sumatera bagian Selatan. Batubara miosen juga secara ekonomis ditambang di cekungan Bengkulu.

Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut sat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batubara miosen ini tergolong sub bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali sangat tebal atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batubara miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas tinggi seperti pada Cebakan Pinang, endapan batubara disekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjung Enim, Cekungan Sumatera bagian Selatan.

Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

  1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
  2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
  3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
  4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
  5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Kelas Batubara

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

  1. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
  2. Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
  3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
  4. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
  5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Persebaran dan Potensi Batubara di Indonesia

Sebagai sebuah mineral yang berguna bagi manusia, batubara telah tertimbun dalam perut bumi dalam kurun waktu yang sangat lama dan keadaan tanah yang beraneka ragam membuat jenis batubara berbeda-beda dalam pemanfaatannya bagi kehidupan manusia. Berikut merupakan jenis batubara dan kegunaannya, yaitu:

  1. Tar batubara yaitu sisa-sisa atau residu batu bara yang bisa dijadikan campuran dalam produksi sabun, shampo dan kain.
  2. Batubara grafit yaitu sebagai bahan untuk membuat pensil.
  3. Batubara antrasit yaitu batu bara yang sifatnya keras Dan mempunyai warna hitam, di negara Eropa batubara digunakan sebagai pemanas ruangan ketika musim dingin dan juga digunakan untuk kepentingan komersil lainnya.
  4. Steam coal, pada zaman dulu dipakai sebagai bahan bakar kereta api uap.
  5. Batubara bitumen yaitu batubara yang dipakai dalam pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
  6. Batubara lignit yang merupakan batu bara berwarna coklat juga bisa digunakan bagai sebagai bahan bakar tenaga listrik.
  7. Pear merupakan batu bara yang masih muda dan biasanya dipakai dalam sektor industri.
  8. Subbitumen merupakan batubara yang dipakai oleh PLTU

Indonesia adalah salah satu penghasil batubara di dunia, beberapa daerah yang merupakan penghasil batu bara utama di Indonesia yaitu :

  1. Pulau Kalimantan
  2. Pulau Papua
  3. Bukit Asam yang berdekatan dengan Tanjung Enim provinsi sumatera Selatan. Disana merupakan daerah penghasil batubara muda (antrasit).
  4. Daerah Ombilin , SawahLunto provinsi Sumatera Barat.

Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi. Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan solar. Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.

Jumlahnya sangat berlimpah mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energi listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversikan menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi dan gasifikasi batubara. Sumberdaya batubara (coal resources) adalah bagian dari endapan batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumberdaya batubara ini dibagi dalam kelas-kelas sumberdaya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi / tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi.

Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak. Cadangan batubara (coal reserves) adalah bagian dari sumberdaya batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang. Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu aspek geologi dan aspek ekonomi.

Sumberdaya Batubara Hipotetik 

Sumberdaya batubara hipotetik (Hypothetical Coal Resource) adalah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau. Sejumlah kelas sumberdaya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan batubara yang diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka.

Pada umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotetis sumberdaya dan mengungkapkan informasi yang cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan diklasifikasikan kembali sebagai sumberdaya teridentifikasi (identified resources)

Sumberdaya Batubara Tereka 

Sumberdaya batubara tereka (Inferred Coal Resource) adalah jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi. Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari sumberdaya tidak dapat diandalkan.

Daerah sumberdaya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km, termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.

Sumberdaya Batubara Tertunjuk 

Sumberdaya batubara tertunjuk (Indicated Coal Resource) adalah jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan alasan sumberdaya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika ekplorasi yang lebih detail dilakukan.

Daerah sumberdaya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km, termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

Sumberdaya Batubara Terukur 

Sumberdaya batubara terukur (Measured Coal Resource) adalah jumlah batubara didaerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu.

Daerah sumberdaya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.