Mengungkit Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Dalam sejarah Bandung, peristiwa Angkatan Perang Ratu Adil atau dikenal dengan sebutan APRA tidak akan pernah hilang dalam dalam sejarah. Terjadinya peristiwa ini yaitu tanggal 23 Januari 1950 yang dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling dan didalangi oleh Sultan Hamid II.

 

Latar belakang pemberontakan APRA

Pemberontakan ini dilatar belakangi oleh adalah adanya friksi dalam tubuh Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) antara tentara pendukung federalis (KNIL/KL) dengan pendukung unitaris (TNI).

Tujuan pemberontakan

Pemberontakan ini bertujuan untuk mengamankan kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia serta mempertahankan bentuk federal, berdirinya negara federal, dan adanya tentara sendiri di setiap negara bagian.

Bekas anggota KNIL yang tetap menginginkan sebagai tentara bagi Negara Pasundan itu membentuk Angkatan Perang Ratu Adil. Aksi pemberontakan yang dilakukan Westerling dan pasukannya diantaranya merebut tempat-tempat penting di Bandung, membunuh anggota TNI, dan menduduki markas staf Divisi Siliwangi. Selain itu menyerang kabinet RIS dan akan membunuh Sultan Hamengku Buwono IX, Sekjen Kementrian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kastaf Angkatan Perang Kol. TB. Simatupang namun semua itu dapat digagalkan.

Mereka memberi ultimatum kepada pemerintah RIS agar tetap diakui sebagai Tentara Pasukan dan menolak segala upaya pembubaran terhadap negara bagian tersebut. Tentu, ultimatum ini ditolak pemerintah. Akhirnya, 800 orang bekas KNIL bersenjata lengkap menyerang dan menduduki Kota Bandung pada tanggal 23 Januari 1950.

Gerakan APRA yang dipimpin Raymond Westerling itu berhasil membunuh ratusan prajurit Divisi Siliwangi. Westerling juga merencanakan menyerang Jakarta dengan bekerja sama dengan Sultan Hamid II untuk menculik dan membunuh para menteri RIS yang tengah bersidang.

Namun, usaha ini dapat digagalkan oleh APRIS dengan mengirimkan kesatuan-kesatuan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perdana Menteri RIS Drs. Moh. Hatta pun mengadakan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda.

Akhirnya, Mayor Jenderal Engels (Komandan Tentara Belanda di Bandung) mendesak Westerling agar pergi meninggalkan Kota Bandung. APRA pun berhasil dilumpuhkan oleh APRIS.

Tindakan Westerling inilah yang menyebabkan tingginya tuntutan rakyat untuk kembali ke bentuk negara kesatuan.