Tujuan Orang Tiongkok Datang ke Kerajaan Sriwijaya

Berdasarkan beberapa temuan sumber tertulis serta berita dari cina dan arab, kerajaan sriwijaya diperkirakan berdiri sekitar abad ke 7 M. Seorang pendeta tiongkok yang bernama I Tsing yang melakukan persinggahan di pulau sumatra dalam perjalanan studinya di nalanda india pada tahun 671 dan tahun 675, melaporkan bahwa kerajaan sriwijaya menjadi pusat atau tempat belajar agama budha, ia juga memberitakan jika terdapat sekitar 1000 orang pendeta yang belajar agama budha pada pendeta terkenal di sriwijaya yang bernama Sakyakirti.

 

Dari berita arab diketahui jika banyak pedagang dari arab yang melakukan kegiatan dagang di kerajaan ini. Bahkan dipusat kerajaan ditemukan perkampungan-perkampungan sementara orang dari arab. Sumber dan bukti tertulis lainnya adalah prasasti, seperti prasasti kota kapur, prasasti kedukan bukit, prasasti talang tuo, prasasti telaga batu, prasasti karang berahi dan prasasti ligor.

Dari semua prasasti tersebut prasasti yang paling tua adalah prasasti kota kapur yang ditemukan di pulau bangka yang berangka tahun 686 M. Dari prasasti ini kata “sriwijaya” pertama kali di kenal. Di dalam prasasti ini tertulis “bumi jawa tidak mau tunduk pada sriwijaya” Kata bumi jawa di sini yang di maksud adalah kerajaan tarumanegara.

Pada prasasti ligor (775 M), disebutkan raja sriwijaya yang bernama dharmasetu mendirikan pelabuhan di semenanjung malaya di dekat ligor, ia juga membangun beberapa bangunan suci bagi agama budha.

Masyarakat sriwijaya sebagaian besar hidup dari perdagangan dan pelayaran, Karena letaknya yang strategis yaitu di jalur perdagangan antara india dan cina menjadikan sriwijaya berkembang menjadi sebuah kerajaan maritim yang penting di pulau sumatra serta menjadi pengendali jalur perdagangan antara india dengan tiongkok.

Hasil bumi yang diperdagangkan adalah kemenyan, lada, damar, penyu, dan barang-barang lain seperti emas, perak dan gading gajah. Sementara orang dari arab juga menyebut barang-barang lain seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kapulaga, dan timah. Sementara para pedagang asing menukar barang-barang tersebut dengan keramik, kain katun dan sutra.

Untuk menjaga dominasi perdagangan sriwijaya melakukan ekspedisi militer untuk menaklukan pelabuhan-pelabuhan pesaing yang berada di sekitar wilayahnya. Pada akhir abad 9 Masehi kerajaan sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di wilayah asia tenggara misalnya selat sunda, selat malaka, selat karimata dan tanah genting kra di wilayah thailand.

Kerajaan ini mencapai masa kejayaannya saat di pimpin oleh raja balaputradewa yang berkuasa sekitar pertengahan abad 9 Masehi ( 850-an M ). Raja Balaputradewa menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di india ( Nandala atau Benggala dan Cholamandala ) dan kerajaan diwilayah tiongkok atau cina.