Empat Proses Penyaluran Islam di Nusantara

Agama dan kebudayaan Islam mengalami perkembangan yang cukup pesat di wilayah Indonesia. Perkembangan ini berawal dari masyarakat indonesia yang berada di daerah pesisir pantai dari daerah pesisir pantai inilah, agama dan kebudayaan Islam dikembangkan ke daerah pedalaman oleh para ulama.

 

Perkembangan di daerah pedalaman ini ditujukan kepada kelangan istana yaitu raja, keluarga raja dan kaum bangsawan. Apabila raja dan kaum bangsawan telah masuk islam, maka rakyat sangat patuh dan taat terhadap perintah-perintah rajanya.

Proses penyebaran agama Islam berlangsung dari generasi ke generasi. Awalnya disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW., kemudian para sahabat, tabiin, seterusnya dan sampai kepada kita. Islam disebarkan melalui juru dakwahnya dengan jalan yang damai dan tanpa kekerasan.

Sebab, seseorang yang akan memeluk agama Islam tidak boleh ada unsur paksaan. Semua harus berdasarkan kebenaran, kerelaan sepenuh hati, dan hidayah dari Allah SWT. Pada akhirnya Islam sampai ke Indonesia dan menyebar di Indonesia melalui berbagai macam media, baik perdagangan, seni, budaya, dan lain-lain.

Berikut 4 proses penyaluran Islam di Nusantara

Melalui Sistim Perdagangan

Sejak dulu bangsa Arab merupakan bangsa yang sudah melakukan perjalanan jauh untuk berdagang dengan tujuan utama yaitu Negeri Cina. Selain pedagang dari Arab juga banyak pedagang dari Gujarat yang melakukan perjalanan dengan tujuan yang sama. Kegiatan perdagangan yang dilakukan para pedagang dari Arab dan Gujurat berlangsung pada abad VIII menuju Cina melewati wilayah Indonesia.

Daerah tersebut diantaranya yaitu disekitar Selat Malaka, disana mereka singgah dahullu sebelum melanjutkan perjalanan menuju Cina. Selain singgah, mereka juga melakukan perdagangan kepada penduduk sekitar sekaligus mengumpulkan perbekalan untuk melanjutkan perjalanan.

Kegiatan ekonomi yang berlangsung pada saat itu menjadi salah satu cara dalam penyebaran agama Islam di Indonesia yaitu melalui perdagangan. Mereka semua berbaur dari berbagai bangsa yang berbeda untuk melakukan perdagangan. Sistem perdagangan yang dipakai para saudagar Arab dan Gujarat merupakan sistem pedagangan yang dilakukan Rasulullah SAW, yaitu sistem Ekonomi Islam.

Sistem ekonomi Islam mengutamakan kejujuran sehingga masyarakat yang berhubungan langsung dengan para saudagar Arab dan Gujarat merasa kagum dengan sistem ekonomi Islam. Hal ini menjadi daya tarik bagi penduduk asli untuk memeluk agama Islam, karena konsep ajarannya membawa kepada jalan yang benar.

Melalui Hubungan Sosial

Pada awalnya para saudagar dari Arab dan Gujarat hanya melakukan persinggahan di sekitar selat Malaka. Namun, melihat keramahan para penduduk asli dan sambutan yang hangat maka banyak dari mereka memutuskan untuk menetap. Keadaan ini membuat hubungan sosial antara para saudagar dan penduduk asli terjalin ikatan yang kuat.

Kemudian banyak pula dari para saudagar yang menikahi penduduk asli sekaligus mengIslamkannya. Perkawinan menjadi sebuah cara menyebarkan agama Islam. Dengan perkawinan mereka membangun keluarga yang kuat dan kokoh dibawah ajaran agama Islam. Para keluarga ini kemudian mengajarkan tentang Islam kepada keturunannya kemudian para keturunan tersebut menyebarkan agama Islam di Indonesia.

Selain melalui perkawinan, hubungan sosial lainnya juga berperan dalam proses penyebaran agama Islam. Seperti kegiatan perdagangan yang dilakukan dengan jujur dengan penduduk asli. Hal ini membuat penduduk asli pertarik dengan sikap dan perilaku para saudagar, kemudian penduduk asli menyatakan diri ingin memeluk agama Islam sekaligus mempelajarinnya.

Melalui Pendidikan dan Pengajaran

Penduduk asli Indonesia sebelum datang ajaran Islam mayoritas masyarakatnya memeluk kepercayaan animisme dan dinamisme, yaitu kepercayaan kepada arwah nenek moyang dan benda-benda keramat yang mempunyai kekuatan. Sehingga banyak sekalu upacara-upacara yang dilakukan bertujuan unutk menyembah arwah nenek moyang dan benda-benda keramat tersebut.

Dengan datangnya agama Islam hal-hal tersebut disisipkan dakwah tentang ajaran Islam. Biasanya ajaran yang disisipkan menerangkan bahwa tuhan yang sepantasnya disembah hanyalah Allah SWT. Dengan begitu proses pendidikan dan pengajaran tidak terasa sedangkan berlangsung kepada masyarakat.

Lama-kelamaan masyarakat mengetahui tentang kebenaran ajaran agama Islam, kemudian mereka mulai memeluk agama Islam. Oleh karena itu, upacara-upacara yang biasa dilakukan tidak hilang dan tetap dilaksanakan tetapi bernuansa Islami.

Selain dengan cara itu, metode pendidikan dan pengajaran juga dilakukan kepada masyarakat secara langsung. Baik melalui dakwa secara jelas, pengajian, diskusi, pondok pesantren, maupun melalui madrasah-madrasah. Mengenai dakwah langsung, Islam memang mengajarkan agar proses pembelajaran berjalan. Allah SWT berfirman dalam Q.S. An-Nahl [16] : 125

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (Q.S. An-Nahl [16] : 125).

Melalui Seni Budaya

Perkembangan Islam dapat melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Cara seperti ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo, Cirebon, dls. Seni budaya Islam dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran Islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal, misalnya :

  1. Membumikan ajaran Islam melalui syair – syair. Contohnya : Gending Dharma, Suluk Sunan Bonang, Hikayat Sunan Kudus, dan lain – lain.
  2. Mengkultulrasikan wayang yang sarat dokrin. Tokoh – tokoh simbolis dalam wayang diadopsi atau mencipta nama lainnya yang bisa mendekatkan dengan ajaran Islam. Mencipta tokoh baru dan narasi baru yang sarat pengajaran.
  3. Membunyikan bedug sebagai ajakan sholat lima waktu sekaligus alarm pengingat. Sebab insting masyarakat telah akrab dengan gema bedug sebai pemanggil untuk acara keramaian.
  4. Menggeser tradisi klenik dengan doa – doa pengusir jin sekalugus doa ngirim leluhur. Diantaranya yang disebut Tahlil.