Persebaran Hutan Mangrove dan Terumbu Karang di Indonesia

2.7/5 - (3 votes)

Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besar serta jasa lingkungan lainnya.

 

Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.

Pengertian dan Fungsi Hutan Mangrove

Hutan mangrove (hutan bakau) adalah tipe hutan yang berada di daerah pasang surut air laut. Saat air pasang, hutan mangrove digenangi oleh air laut, sedangkan pada saat air surut, hutan mangrove bebas dari genangan air laut. Umumnya hutan mangrove berkembang dengan baik pada pantai yang terlindung, muara sungai, atau laguna. Hutan mangrove tersebar di pesisir sebelah barat Pulau Sumatra, beberapa bagian ada di pantai utara Pulau Jawa, sepanjang pesisir Pulau Kalimantan, Pesisir Pulau Sulawesi, pesisir sebelah Selatan Papua, dan beberapa pulau kecil lainnya.

Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai sekitar 3 juta hektare, yang tersebar di sepanjang 95.000 km pesisir Indonesia. Hutan mangrove Indonesia tidak tersebar secara merata. Luas terbesar hutan mangrove berada di Pulau Papua yang mencapai 3,7 juta ha. Berikutnya adalah Sumatra (417 ribu ha), Kalimantan (165 ribu ha), Sulawesi (53 ribu ha), Jawa (34,4 ribu ha), Bali dan Nusa Tenggara (3,7 ha).

Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan.

Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, namun sudah semakin kritis ketersediaannya. Di beberapa daerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah dirubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan seperti perluasan areal pertanian, pengembangan budidaya pertambakan, pembangunan dermaga dan lain sebagainya.

Hal seperti ini terutama terdapat di Aceh, Sumatera, Riau, pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Bali, dan Kalimantan Timur. Kegiatan pembangunan tidak perlu merusak ekosistem pantai dan hutan mangrovenya, asalkan mengikuti penataan yang rasional, yaitu dengan memperhatikan segi-segi fungsi ekosistem pesisir dan lautan dengan menata sempadan pantai dan jalur hijau dan mengkonservasi jalur hijau hutan mangrove untuk perlindungan pantai, pelestarian siklus hidup biota perairan pantai (ikan dan udang, kerang, penyu), terumbu karang, rumput laut, serta mencegah intrusi air laut.

Ada dua fungsi hutan mangrove sebagai potensi sumber daya laut di Indonesia yaitu fungsi ekologis dan ekonomis.

  1. Fungsi ekologis hutan mangrove adalah sebagai habitat (tempat hidup) binatang laut untuk berlindung, mencari makan, dan berkembang biak. Fungsi ekologis yang lain dari hutan mangrove adalah untuk melindungi pantai dari abrasi air laut.
  2. Fungsi ekonomis hutan mangrove berupa nilai ekonomis dari kayu pepohonan dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Biasanya penduduk memanfaatkan kayu sebagai bahan kayu bakar atau bahan pembuat arang. Kayu bakau juga dapat dijadikan bahan pembuat kertas. Selain kayu, hutan mangrove juga dihuni  oleh beragam jenis fauna yang bernilai ekonomis, misalnya udang dan jenis ikan lainnya yang berkembang biak dengan baik di wilayah ini.

Ciri-Ciri Hutan Mangrove

Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.

Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.

Berikut ini merupakan ciri- ciri dari hutan mangrove atau hutan bakau:

  1. Sebagian besar hanya terdiri dari satu jenis pohon, yakni pohon bakau. Salah satu ciri khas dan yang melahirkan istilah hutan mangrove atau hutan bakau ini adalah karena sebagian besar terdiri atas pohon bakau atau pohon mangrove. Saking banyaknya pohon bakau atau mangrove inilah maka hutan ini dinamakan dengan hutan mangrove.
  2. Mempunyai akar pohon yang tidak beraturan (pneumatofora). Ciri khas lainnya yang dimiliki oleh hutan mangrove adalah adanya akar- akar tanaman mangrove atau bakau yang mencuat ke atas. Maka dari itu ketika kita memasuki wilayah hutan mangrove ini kita akan melihat banyak sekali akar- akar pohon yang mencuat ke permukaan air yang menggenangi hutan tersebut.
  3. Memiliki biji yang bersifat vivipar ataupun dapat berkecambah di pohonnya. Salah satu ciri khas selanjutnya yang dimiliki oleh hutan mangrove adalah memiliki biji yang bersifat vivipar. Biji yang demikian ini akan dapat memunculkan kecambah di pohon mangrove iu sendiri.
  4. Memiliki lentisel di bagian kulit pohon. Ciri khas yang dimiliki oleh hutan mangrove lainya adalah hutan tersebut memiliki lentisel yang ada di bagian kulit pohon magrove atau bakau.
  5. Jenis pohon lain yang berada di dalam hutan sangat sedikit. Hutan mangrove merupakan hutan yang banyak ditumbuhi oleh pohon- pohon mangrove. Selain pohon mangrove itu sendiri, hutan ini sangat memiliki sedikit sekali jenis tanaman lainnya. Jika kita pergi kesana, sepanjang mata memandang mungkin kita hanya bisa melihat pohon mangrove dalam jumlah yang banyak. Dan selain pohon mangrove ini kita akan sangat jarang menemukan spesies pohon lainnya di hutan tersebut.
  6. Mempunyai tanah yang berlumpur atau berlempung. Dilihat sevara fisik, ciri khas yang menandakan hutan mangrove adalah dikelilini oleh tanah yang berlumpur. Hal ini mungkin disebabkan karena tananhya selalu basah akibat adanya air yang menggenagi daerarah hutan tersebut. Akibatnya akan banyak menimbulkan tanah berlumpur, tanah berlempung, ataupun tanah berpasir. Namun yang perlu diingit bahwasannya tanah ini merupakan tanah yang sangat lembab karena tergenangi oleh air.
  7. Lahan hutan ini selalu digenangi oleh air. Hutan bakau mempunyai salah satu fungsi dalam menghalau ombak yang datang dari lautan. Itulah sebabnya mengapa hutan mangrove ini berada dipesisir pantai. Selain di pesisir pantai, hutan in juga biasanya terdapat di daerah rawa- rawa ataupun daerah yang memiliki banyak air payau. Hutan bakau atau mangrove memang mempunyai ciri khas yakni hidup di tanah perairan. Itulah sebabnya lahan hutan ini selalu berbentuk genangan air. Air yang menggenangi hutan inipun terkadang berbeda- beda. Ada air laut maupun air payau (yakni campuran antara air laut dan air tawar)
  8. Adanya air payau yang mempunyai salinitas antara 2 – 22 ppm (1 ppm sama seperti 0,05%). Salah satu yang dimiliki oleh hutan mangrove atau hutan bakau adalah adanya air payau yang mempunyai salinitas antara 2 hingga 22 ppm. Sainitas sendiri merupakan tingkat keasinan atau kadar garam yang larut di dalam air. Selain kadar di air, salinitas juga dapat dikatakan sebagai kandungan atau kadar garam yang ada di dalam tanah. Air payau memang tergolong air yang memiliki tingkat salinitas lebih besar dari 0,05%.
  9. Mendapatkan cukup pasokan air tawar yang berasal dari darat. Hutan mangrove atau hutan bakau ini merupakan salah satu hutan yang tidak hanya memiliki banyak persediaan air laut. Meskipun letaknya yang berada di pesisir pantai, namun hutan bakau tidak akan kehabisan persediaan air tawar dari daratan. air tawar yang berasal dari darat ini mempunyai fungsi untuk menurunkan salinitas dan juga menambah pasokan unsur hara dan juga pasokan lumpur di lahan hutan tersebut. Karena adanya air tawar yang bertemu dengan air laut, maka hutan mangrove atau hutan bakau ini mempunyai banyak juga persediaan air payau.

Kondisi Persebaran Mangrove di Indonesia

Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993.

Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya (Dahuri, 2002). Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang tinggi. Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Terdapat sekitar 47 jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove.

Dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus). Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadar oksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yang kurang stabil dan pasang surut (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrove terdiri dari hutan atau vegetasi mangrove yang merupakan komunitas pantai tropis.

Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, dan/atau berpasir. Daerah habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Hutan mangrove menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat serta terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Habitat hutan mangrove memiliki air bersalinitas payau (2-22 bagian per mil) hingga asin (mencapai 38 bagian permil). Hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, dan daerah pantai yang terlindung.

Pengertian dan Manfaat Terumbu Karang

Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbu dan karang, yang apabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau yang hidup di dasar substrat.

Terumbu karang adalah kosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-­jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis-­jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.

Terumbu karang adalah terumbu (batuan sedimen kapur di laut) yang terbentuk dari kapur yang sebagian besar dihasilkan dari koral (binatang yang menghasilkan kapur untuk kerangka tubuhnya). Jika ribuan koral membentuk koloni, koral-koral tersebut akan membentuk karang. Sebagai negara kepulauan, Indonesia merupakan negara yang memiliki terumbu karang terluas di dunia. Luas terumbu karang Indonesia mencapai 284,3 ribu km2 atau setara dengan 18% dari terumbu karang yang ada di seluruh dunia. Kekayaan terumbu karang Indonesia tidak hanya dari luasnya, akan tetapi juga keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.

Keanekaragaman hayati terumbu karang sebagai potensi sumber daya laut di indonesia juga yang tertinggi di dunia. Di dalamnya terdapat 2.500 jenis ikan, 2.500 jenis moluska, 1.500 jenis udang-udangan, dan 590 jenis karang. Mengapa terumbu karang banyak ditemukan di wilayah Indonesia? Terumbu karang akan dapat tumbuh dengan baik pada suhu perairan laut antara 21O – 29O C. Pada suhu lebih besar atau lebih kecil dari itu, pertumbuhan terumbu karang menjadi kurang baik. Karena Indonesia berada di daerah tropis dan suhu perairannya hangat, pantaslah jika terumbu karang banyak ditemukan di Indonesia.

Pertumbuhan terumbu karang juga akan baik pada kondisi air yang jernih dan dangkal. Kedalaman air yang baik untuk tumbuhnya terumbu karang tidak lebih dari 18 meter. Jika lebih besar dari kedalaman tersebut, pertumbuhan terumbu karang juga akan menjadi kurang baik. Selain persyaratan tersebut, terumbu karang juga mensyaratkan salinitas (kandungan garam air laut) yang tinggi. Oleh karena itu, terumbu karang sulit hidup di sekitar muara sungai karena kadar garam air lautnya menurun akibat bercampurnya air sungai ke laut. Mengapa terumbu karang wajib dilindungi dari kerusakan? Terumbu karang memiliki banyak manfaat, baik manfaat yang bersifat ekonomis, ekologis, maupun sosial ekonomi.

Manfaat terumbu karang :

  1. Manfaat ekonomi, yaitu sebagai sumber makanan obat-obatan dan objek wisata bahari.
  2. Manfaat ekologis, yaitu mengurangi hempasan gelombang pantai yang dapat berakibat terjadinya abrasi
  3. Manfaat sosial ekonomi, yaitu sebagai sumber perikanan yang dapat meningkatkan pendapatan para nelayan. Terumbu karang juga menjadi daya tarik objek wisata yang dapat meningkatkan pendapatan penduduk sekitar

Tipe -Tipe Terumbu Karang

Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) terdapat empat klasifikasi tipe terumbu karang yang sampai sekarang masih secara luas dipergunakan. Keempat tipe tersebut adalah:

  1. Terumbu karang tepi (fringing reefs). Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), P. Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
  2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs). Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi Selatan), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah).
  3. Terumbu karang cincin (atolls). Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)
  4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs). Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh).

Peranan Terumbu Karang Terhadap Sistem Perikanan

Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktif dan tinggi keanekaragamanhayatinya. Produktivitas primer yang tinggi dan kompleksnya habitat yang terdapat di ekosistem terumbu karang memungkinkan daerah ini berperan sebagai tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tempat mencari makan berbagai spesies ikan dan biota laut lainnya. Dengan demikian, secara otomatis produksi sekunder (ikan dan biota laut lain) di daerah terumbu karang juga sangat tinggi.

Komunitas ikan di ekosistem terumbu karang terdapat dalam jumlah yang besar dan terlihat mengisi seluruh daerah di terumbu, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan merupakan penyokong berbagai macam hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu. Tingginya keanekaragaman jenis dan kelimpahan komunitas ikan di ekosistem terumbu disebabkan oleh tingginya variasi habitat terumbu atau beragamnya relung (niche) dari spesies-spesies ikan tersebut. Habitat di terumbu tidak hanya tersusun oleh komunitas karang saja, melainkan juga terdiri atas daerah berpasir, ceruk dan celah, daerah alga, serta zona-zona yang berbeda yang melintasi hamparan terumbu.

Selain keanekaan relung hidup yang tinggi, ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan yaitu tingkat spesialisasi yang tinggi dari tiap spesies. Banyak spesies ikan yang memiliki kebutuhan yang sama sehingga terdapat persaingan aktif, baik antara spesies yang berbeda maupun antara spesies yang sama. Persaingan ini kemudian menuju pada pembentukan relung ekologi yang lebih sempit lagi. Dengan demikian, di ekosistem terumbu karang seringkali terlihat bahwa pergerakan banyak spesies ikan sangat terlokalisasi, terbatas pada daerah-daerah tertentu, dan terdapat perbedaan yang nyata antara ikan-ikan yang aktif di malam dan siang hari.

Upaya Pelestarian Hutan Mangrove dan Terumbu Karang

Upaya Melestarikan Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah hutan yang mempunyai banyak sekali manfaat. Manfaat- manfaat dari hutan mangrove sendiri telah dipaparkan di atas. Oleh karena hutan mangrove ini mempunyai banyak sekali manfaat dan juga sifat penting, maka keberadaan hutan mangrove ini perlu dilestarikan. Sementara itu hutan mangrove yang ada di Indonesia sudah banyak mengalami kerusakan, maka dari itulah perlu dilakukan upaya- upaya untuk melestarikan kembali hutan mangrove yang telah rusak.

Beberapa cara untuk melestarikan kembali hutan mangrove yang telah rusak antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Penanaman kembali hutan mangrove
    Perbaikan dan pelestarian hutan mangrove bisa dilakukan dengan melakukan peneneman kembali pohon- pohon mangrove. Penanaman ini jangan lupa untuk selalu melibatkan masyarakat sekitar. Mengapa harus melibatkan masyarakat? Hal selain akan meringankan proses penanaman kembali, juga akan menumbuhkan rasa kepemilikan dan kesadaran pada masyarakat sebagai pemilik wilayah, sehingga nantinya masyarakat akan turut serta melindungi hutan mangrove tersebut. Selain itu, masyarakat sekitar juga akan mendapatkan beberapa keuntungan seperti terbukanya peluang kerja, sehingga otomatis akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
  2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir
    Selain penanaman kembali, upaya pelestarian hutan mangrove juga dapat dilakukan dengan mengatur ulang wilayah pesisir, seperti pemukiman, vegetasi, dan lain sebagainya. Hal ini karena wilayah pesisir pantai dapat dijadikan kota ekologi sekaligus berpotensi sebagai objek wisata, sehingga hutan mangrove yang berada di sekitar wilayah tersebut akan dapat dikelola dengan baik.
  3. Peningkatan kesadaran masyarakat
    Kesadaran masyarakat juga merupakan hal yang harus ditumbuhkan demi terciptanya hutan mangrove yang lestari. Bagaimanapun juga, masyarakat sekitar adalah orang- orang yang paling dekat dengan hutan mangrove, sehingga apabila masyarakat yang berada di sekitarnya memiliki kesadaran yang tinggi, hal itu akan berpotensi menjadikan hutan mangrove tetap lestari.
  4. Peningkatan pengetahuan masyarakat dan penerapan kearifan lokal mengenai konservasi
    Seperti yang kita ketahui bersama bahwasannya hutan mangrove ini memiliki fungsi sebagai konservasi lahan pantai, sehingga keberadaan hutan mangrove ini sangatlah penting. Masyarakat perlu mengetahui dan juga menyadari tentang fungsi dari hutang mangrove ini dan juga memahami dengan jelas arti dari konservasi. Jika masyarakat memahami arti penting konservasi, maka hutan mangrove akan dapat diselamatkan dari tangan- tangan jahil masyarakat yang tidak bertanggung jawab dan ingin mengubahnya menjadi lahan- lahan yang bernilai komaersial.
  5. Program komunikasi konservasi hutan mangrove
    Selain perlunya mmebangun kesadaran mengenai hutan mangrove, perlu juga diadakan tentang komunikasi atau penyuluhan mengenai konservasi hutan mangrove ini. Hal ini tentu saja sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan mangrove. Selain bertujuan agar masyarakat memahami arti penting konservasi hutan mangrive, juga bertujuan menginformasikan kepada masyarakat bagaimana caranya untuk melakukan upaya pelestarian kepada hutan mangrove tersebut, sehingga pada akhirnya masyarakat dapat berduyun- duyun untuk melestarikan hutan mangrove secara bersama- sama dengan pemerintah atau pengelola wilayah sekitar hutan tersebut.
  6. Perbaikan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat
    Hal ini berarti dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir pantai, masyarakt sangat penting utuk selalu dilibatkan. Hal ini karena masyarakat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain itu kearifan loka juga perlu dikembangkan sejauh dapat mendukung program ini dengan baik.

Upaya Melestarikan Terumbu Karang

Karena banyak penduduk Indonesia yang hidupnya bergantung dari karang sebagai mata pencaharian, maka usaha-usaha pengelolaan perlu dilakukan untuk memastikan kondisi yang optimal bagi pemulihan trumbu karang, memastikan perikanan yang berkelanjutan dan memastikan kelangsungan industri pariwisata. Pengelolaan yang hati-hati dapat membantu, dengan mengurangi dampak negatif atau dengan memperbaiki keadaan bagi pemulihan.

Terdapat berbagai macam tindakan-tindakan pengelolaan untuk pelestarian terumbu karang yaitu ditinjau dari berbagai macam konteks seperti di bawah ini:

  1. Menjaga kebersihan sungai dan pesisir pantai
    Keberadaan aliran sungai dan laut penting dalam proses siklus air. Fungsi sungai antara lain sebagai sarana dalam transportasi. Bukan hanya sarana transportasi, sungai juga dijadikan sebagai tempat mandi, mencuci, bahkan untuk membuang limbah keluarga/pabrik. limbah pabrik biasanya mengandung bayak logam berbahaya. bahaya logam berat bagi lingkungan sangat besar sehingga perlu diawasi lebih ketat karena limbah sampah dan pabrik yang dibuang kesungai pada akhirnya akan bermuara di laut. Sama halnya seperti membuang sampah di pantai. Sampah yang berceceran di sungai, seperti sampah plastik, akhirnya akan tersapu ombak dan merusak terumbu karang. Dampak sampah plastik pada terumbu karang utamanya menjadi penghalang cahaya matahari. Terumbu karang membutuhkan cahaya dengan intensitas tertentu agar dapat berkembang optimal. Cahaya matahari dibutuhkan untuk melangsungkan proses fotosintesis yang dilakukan oleh zooxantellae yang ada di jaringan karang. Sampah yang dibuang ke laut akan menghambat proses ini. Sampah plastik misalnya, dapat menutupi karang sehingga zooxantellae tidak mendapat intensitas optimal untuk fotosintesisnya. Apabila keadaan ini terus menerus terjadi, maka karang akan mati.
  2. Mencegah terjadinya erosi
    Erosi merupakan proses pengikisan pada lapisan tanah atas. Pada jumlah tertentu erosi merupakan hal yang wajar, namun kegiatan manusia memperburuk keadaan ini. Penggundulan hutan untuk dijadikan ladang atau perumahan misalnya, dapat memperkecil daya serap tanah terhadap air hujan. Akibatnya lapisan tanah atas terbawa dan akhirnya terjadi sedimentasi. Sedimentasi dapat berakhir di laut dan menghambat pertumbuhan terumbu karang. Sedimentasi menghambat pertumbuhan karang dengan cara menutup pori-pori tubuh dan membuat zooxanthellae kekurangan cahaya karena air yang keruh. Akibat kekurangan cahaya terus menerus dapat membuat siklus hidup karang terhenti. Karang sangat sensitif terhadap sedimen.
  3. Menangkap ikan tanpa merusak karang
    Terumbu karang berfungsi sebagai habitat yang baik untuk perkembangbiakan ikan. Tidak heran banyak nelayan yang menangkap ikan di daerah yang memiliki banyak karang. Beberapa nelayan yang tidak bertanggungjawab biasanya menggunakan bom ikan untuk mendapatkan ikan dengan mudah. Cara ini sangat merusak ekosistem terumbu karang. Bukan hanya ikan besar, tetapi terumbu karang beserta biota laut di dalamnya ikut mati. Oleh karena itu penggunaan bom ikan seharusnya dilarang. Selain merusak terumbu karang, nelayan juga dirugikan apabila jumlah ikan terus menerus menurun karena habitatnya rusak.
  4. Tidak mengambil karang dan terumbu karang
    Karang memang menjadi daya tarik utama saat bagi orang-orang yang memiliki hobi scuba diving. Beberapa mungkin tertarik untuk mengambilnya. Namun perlu diingat bahwa karang memiliki beberapa faktor pembatas yang meghalangi tumbuh kembangnya. Salah satunya adalah suhu dan salinitas. Saat karang diambil dari habitatnya dan dipindahkan ketempat yang tidak sesuai maka karang akan mati. Oleh karena itu perlu diberikan sosialisasi mendalam agar terumbu karang tetap dibiarkan sesuai habitatnya.
  5. Pengenalan karang dan terumbu karang sejak dini
    Melestarikan terumbu karang harus dimulai sejak kecil. Pengenalan terumbu karang penting dilakukan karena sebagian besar wilayah Indonesia adalah laut. Apabila sejak dini anak anak sudah dikenalkan dengan manfaat ekologi, khususnya terumbu karang, maka saat dia besar akan ada rasa kepemilikan untuk menjaga kelestarian terumbu karang.
  6. Sosialisasi fungsi dan manfaat terumbu karang
    Seperti bahasan sebelumnya, semua cara diatas tidak dapat berjalan baik apabila tidak ada sosialisasi fungsi dan manfaat terumbu karang. Bagi penduduk pesisir dan penduduk yang dekat dengan aliran sungai perlu disosialisasikan pentingnya tidak membuang limbah rumah tangga atau pabrik ke laut, untuk nelayan perlu disosialisasikan bahaya penggunaan bom ikan, dan pengenalan terumbu karang sejak dini untuk anak-anak.

Demikianlah materi mengenai Hutan Mangrove dan Terumbu Karang yang kami himpun, Semoga memberi manfaat bagi adik-adik sekalian. Sekian dan Terima kasih.