Struktur Teks Tanggapan Kritis

Untuk lebih memahami teks tanggapan kritis, pada bagian ini kamu diajak untuk mengenali struktur yang menjadi bangunan teks tanggapan kritis. Teks tanggapan kritis memiliki tiga bagian struktur, yaitu evaluasi, deskripsi teks, dan penegasan ulang. Evaluasi merupakan bagian awal teks yang berisi pernyataan umum tentang apa persoalan yang disampaikan penulis. Evaluasi ini sama maksudnya dengan penyataan umum dalam teks eksposisi. Deskripsi teks merupakan bagian tengah teks yang berisi informasi tentang alasan yang mendukung pernyataan dan yang menolak pernyataan. Sementara itu, penegasan ulang merupakan bagian akhir teks yang bersisi penegasan ulang terhadap apa yang sudah dilakukan dan diputuskan.

 

Untuk memahami hal itu, kamu perhatikan struktur teks tanggapan kritis pada bagan berikut.

Struktur Teks Evaluasi

Kalimat
Keinginan Pemerintah Indonesia untuk memiliki pesawat khusus kepresidenan sudah lama ada. Sekarang keinginan Pemerintah tersebut sudah direalisasikan meskipun mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat. Pesawat berkategori Boeing Business Jet 2 (BBJ2) 737-800 itu sudah berada di tanah air sejak Kamis, 10 April 2014. Dengan gagah pesawat modern itu mendarat di bandara Halim Perdanakusuma.

Meskipun tidah semewah Air Force One, pesawat tersebut tetap merupakan pesawat baru dengan perlengkapan yang modern. Warna pesawat itu didominasi biru di punggungnya dan putih di lambungnya. Garis lengkung merah putih sebagai garis batas dua bagian. Tulisan REPUBLIK INDONESIA terpampang di sisi kanan dan kiri pesawat.

Struktur Deskripsi Teks

Kalimat
Ada banyak alasan yang memperkuat bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk memiliki pesawat kepresidenan. Alasan ekonominya adalah pesawat tersebut memiliki biaya operasional yang sangat tinggi. Alasan sosialnya adalah pada saat rakyat belum terentaskan dari kemiskinan para pejabat menikmati fasilitas negara yang mewah. Alasan keamanan dan politiknya adalah saat ini dengan pesawat komersial keamanan pejabat masih dapat tertangani dengan baik. Penanggap sebenarnya sepakat dengan kesimpulan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk memiliki pesawat kepresidenan sendiri. Akan tetapi, alasan yang tepat sebagai tanggapan terhadap permasalahan tersebut juga merupakan hal yang sangat rasional.

Pada zaman Presiden Gus Dur sudah ada wacana pembelian pesawat kepresidenan itu, tetapi dengan mempertimbangkan biaya yang sangat tinggi akhirnya rencana tersebut tidak direalisasikan. Apakah fakta tersebut tepat sebagai alasan? Hitungan dan efektivitasnya dapat diuraikan dengan jelas. Pesawat itu dibeli dengan harga Rp820 miliar dan mulai dibuat sejak 2011. Pesawat itu mampu terbang sekitar 10—12 jam, mampu menghalau peluru kendali, dapat mendarat di bandara kecil, bisa memuat rombongan Presiden hingga 50 orang, dan memiliki peralatan navigasi, komunikasi, sistem keamanan, isolasi kabin, dan hiburan khusus selama penerbangan. Dari total US$91,2 juta atau Rp820 miliar biaya yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk membeli BBJ2, US$58,6 juta dialokasikan untuk badan pesawat, US$27 juta guna interior kabin, US$4,5 juta bagi sistem keamanan, dan US$1,1 juta untuk biaya administrasi.

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) jilid dua, wacana ini kembali muncul. Dalam perhitungan baru, pesawat untuk RI-1 ini bisa menghemat biaya perjalanan hingga Rp114 miliar per tahun. Sekretaris Negara mengklaim bahwa jauh lebih murah memiliki pesawat kepresidenan sendiri daripada menyewa pesawat dari maskapai Garuda Indonesia seperti yang selama ini dilakukan. Sistem carter ini tidak menguntungkan karena semakin sering Presiden melakukan lawatan, biaya terus meningkat. Pada 2006 misalnya, anggaran lawatan dinas Presiden Rp75 miliar, tahun 2007 melonjak menjadi Rp175 miliar, dan tahun 2009 naik lagi ke angka Rp180 miliar.

Alasan berikutnya jelas bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang mau tidak mau Presiden harus memiliki pesawat sendiri. Tidak mungkin Presiden menggunakan pesawat komersial karena jadwalnya sangat terbatas. Pandangan bahwa memiliki pesawat kepresiden bukan merupakan prioritas juga dapat dibantah karena saat ini perekonomian Indonesia sudah stabil. Pertumbuhan cukup baik sehingga operasional dapat ditutupi. Pembelian pesawat kepresidenan juga bukan hal yang menghilangkan kepekaan terhadap rakyat. Kepekaan kepada rakyat dapat ditunjukkan secara langsung dengan mengeluarkan kebijakan yang memihak kepada rakyat, khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Alasan keamanan, keefisienan, keluasan negara, dan kebanggaan merupakan hal yang lebih utama jika dibandingkan dengan data-data dari masyarakat yang menolak pembelian itu, sifatnya tampaknya emosional.

Struktur Penegasan Ulang

Kalimat
Dengan demikian, pembelian pesawat kepresidenan sangat relevan dengan kebutuhan mobilitas, keamanan, kenyamanan, dan efektivitas kegiatan Presiden yang sangat padat itu.

Berdasarkan struktur teks di atas tampak bahwa bagian evaluasi merupakan bagian awal teks yang berisi penyataan umum tentang teks “Pesawat Kepresidenan”. Bagian ini berisi pernyataan tentang Pemerintah Indonesia telah memiliki pesawat kepresidenan. Bagian deskripsi berisi penjelasan tentang alasan yang memperkuat bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk memiliki pesawat kepresidenan. Selain itu, pada bagian ini juga diuraikan alasan yang menguatkan bahwa pembelian pesawat kepresidenan itu sudah tepat. Kedua tanggapan itu diperkuat oleh data dukung sehingga apa yang disampaikan menjadi tanggapan kritis terhadap apa yang disampaikan pada bagian awal teks “Pesawat Kepresidenan”. Sementara itu, bagian penegasan ulang berisi sikap akhir penanggap terhadap permasalahan di dalam teks. Penegasan ulang yang menjadi pernyataan penyimpul dalam teks “Pesawat Kepresidenan” di atas tentang pembelian pesawat kepresidenan sangat relevan dengan kebutuhan mobilitas, keamanan, kenyamanan, dan efektivitas kegiatan Presiden yang sangat padat itu.