Menyusun Sebuah Resensi dengan Memperhatikan Hasil Perbandingan Beberapa Teks Resensi

3.2/5 - (12 votes)

Di bagian ini kamu mengindentifikasi identitas buku yang diresensi dan mengungkapkan isi informasi buku yang diresensi.

 

Kegiatan 1

Mengidentifikasi Identitas Buku yang Diresensi

Perhatikanlah teks berikut.

Petualangan Bocah di Zaman Jepang

Judul Novel : Saksi Mata
Pengarang : Suparto Brata
Penerbit : Penerbit Buku KOMPAS
Tebal : x + 434 halaman

Setelah membaca novel yang sangat tebal ini, saya jadi teringat dengan novel Mencoba Tidak Menyerah-nya Yudhistira A.N. Massardhie dan juga novel Ca Bau Kan-nya Remy Sylado. Dalam novel Mencoba Tidak Menyerah, yang menjadi tokoh sentralnya adalah bocah laki-laki berusia sepuluh tahun, sedangkan dalam novel Ca Bau Kan yang telah diangkat ke layar lebar, digambarkan bagaimana keadaan Jakarta, kota era zaman penjajahan Belanda dengan sangat detail. Lalu apa hubungannya dengan novel Saksi Mata karya Suparto Brata ini?

Dalam Saksi Mata, yang menjadi “jagoan” alias tokoh utamanya adalah bocah berusia dua belas tahun bernama Kuntara, seorang pelajar sekolah rakyat Mohan-gakko dan mengambil latar Kota Surabaya pada zaman penjajahan Jepang dengan penggambaran yang sangat apik, detail dan sangat memikat. Novel setebal 434 halaman ini sendiri sebenarnya merupakan cerita bersambung yang dimuat di Harian Kompas pada rentang waktu 2 November 1997 hingga 2 April 1998.

Kisah berawal saat Kuntara secara tidak sengaja memergoki buliknya Raden Ajeng Rumsari alias Bulik Rum tengah berduaan dengan Wiradad di sebuah bungker perlindungan-belakangan baru diketahui oleh Kuntara kalau Wiradad adalah suami sah dari Bulik Rum. Hal itu membuat perasaan hatinya berkecamuk. Kuntara pun heran dengan apa yang dilakukan oleh Bulik Rum yang selama ini selalu dihormatinya. Namun ia bisa mengerti kalau ternyata Bulik Rum yang cantik ini menyembunyikan sejuta kisah yang tak bakal disangka-sangka.

Bulik Rum adalah “pegawai” tuan Ichiro Nishizumi, meski pekerjaan sehari-harinya bekerja di pabrik karung Asko. Sebenarnya Bulik Rum sudah menikah dengan Wiradad tetapi tuan Ichiro Nishizumi tidak peduli dengan semua itu dan memboyongnya ke Surabaya. Baik Wiradad maupun ayah Bulik Rum sendiri tidak mampu mencegah keinginan Ichiro Nishizawa yang sangat berkuasa ini. Akan tetapi, Wiradad tidak mau menyerah begitu saja dan segera menyusul Bulik Rum ke Surabaya.

Saat Wiradad akan bertemu dengan Bulik Rum inilah terjadi sesuatu yang di luar dugaan. Okada yang gelap mata ini segera mengambil samurai kecilnya hingga akhirnya Bulik Rum menghembuskan nafas terakhir di bungker perlindungan. Okada yang selama ini sangat dihormati oleh Kuntara tenyata memiliki tabiat tidak beda dengan Tuan Ichiro Nishizawa.

Dari sinilah awal kisah “petualangan” Kuntara dalam mengungkap kasus hilangnya Bulik Rum hingga upaya untuk membalas dendamnya bersama dengan Wiradad kepada tuan Ichiro Nishizawa dan juga Okada. Sejak kasus hilangnya Bulik Rum ini, keluarga Suryohartanan–tempat Kuntara dan ibunya menetap–mulai terlibat dengan berbagai kejadian yang mengikutinya. Kuntara yang tidak menginginkan keluarga ini terlibat dengan permasalahan yang terjadi dengan sengaja menyembunyikannya. Dengan segala “kecerdikan” ala detektif cilik Lima Sekawan Kuntara berupaya menyelesaikan kasus ini bersama dengan Wiradad.
***

Sangat jarang sekali novel-novel “serius” di Indonesia yang terbit dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir yang menggunakan tokoh utama seorang anak kecil, selain dari novel Mencoba Tidak Menyerahnya Yudhistira ANM, mungkin hanya novel Ketika Lampu Berwarna Merah karya cerpenis Hamsad Rangkuti. Adalah hal yang menarik apabila membaca cerita sebuah novel “serius” dengan tokoh utama seorang anak kecil karena ia memiliki perspektif atau pandangan berbeda mengenai dunia dan segala sesuatu yang terjadi, bila dibandingkan dengan orang dewasa. Kita bisa membayangkan bagaimana seorang Kuntara yang baru berusia dua belas tahun menanggapi berbagai peristiwa yang terjadi dengan diri, keluarga, dan lingkungan sekitarnya pada masa penjajahan Jepang dan dengan “kepintarannya” ia mencoba untuk memecahkan persoalan tersebut. Meski menarik tetap saja akan memunculkan pertanyaan bagaimana bisa bocah dua belas tahun menjadi “sangat pintar”?

Keunggulan lain dari novel ini adalah penggambaran suasana yang detail mengenai Kota Surabaya pada tahun 1944 (zaman pendudukan Jepang), malah ada lampiran petanya segala! Suasana kota Surabaya di zaman itu juga “direkam” dengan indah oleh Suparto Brata. Kita bisa membayangkan bagaimanan keadaan kampung SS Pacarkeling yang kala itu masih “berbau” Hindia Belanda karena nama-nama jalannya masih menggunakan namanama Belanda. Juga tentang bungker-bungker–perlindungan yang digunakan untuk bersembunyi kala ada serangan udara–kebetulan saat itu tengah berkecamuk Perang Dunia II. Tidak ketinggalan juga tentang stasiun kereta api Gubeng yang tersohor itu.

Sebagai arek Suroboyo yang tentunya mengenal seluk beluk kota Buaya ini, Suparto Brata jelas tidak mengalami kesulitan untuk melukiskan keadaan ini. Apalagi ia adalah penulis yang hidup dalam tiga zaman, kolonialisme Belanda, pendudukan Jepang dan era kemerdekaan. Penggambaran suasana yang detail ini juga berkonsekuensi kepada cerita yang cukup panjang meski tetap tanpa adanya maksud untuk bertele-tele.

Novel ini juga diperkaya dengan adanya kosakata dan lagu-lagu Jepang yang makin menghidupkan suasana zaman pendudukan balatentara Jepang di Indonesia. Namun, uniknya, tidak ada satupun terjemahan untuk kosakata Jepang tersebut. Jadi, bagi yang tidak mengerti bahasa Jepang, seperti saya juga, ya tebak-tebak saja sendiri.

Teks seperti itulah yang disebut dengan resensi. Di dalamnya tersaji informasi tentang tanggapan atau komentar mendalam tentang kelebihan dan kelemahan suatu karya. Dalam contoh di atas, objek yang ditanggapi berupa novel. Selain itu, objeknya dapat berupa buku ilmu pengetahuan, film, pementasan drama, album lagu, lukisan, teks. Sebagaimana yang tampak pada contoh di atas bahwa di dalam teks yang berupa resensi mencakup informasi identitas karya, ringkasan, serta ulasan kelebihan dan kelemahan isi karya itu. Di samping itu, dapat pula disajikan rekomendasi penulis resensi itu untuk pembacanya.

Tugas

1. a. Bacalah kembali contoh teks resensi di atas dengan baik!
b. Secara berkelompok, identifikasilah resensi tersebut berdasarkan aspek-aspek berikut!
1) identitas buku,
2) ringkasan isi buku,
3) keunggulan buku,
4) kelemahan buku, dan
5) rekomendasi.
c. Selain aspek-aspek tersebut, adakah aspek lain yang dibahas dalam resensi tersebut? Jelaskan!

2. a. Cermatilah contoh resensi lainnya, untuk buku nonfiksi!
b. Cermati unsur-unsur yang ada pada resensi tersebut!
c. Tuliskanlah hasil penilaian kamu pada teks tersebut!
d. Gunakanlah rubrik seperti di bawah ini!

Contoh Jawaban

1. Pada jawaban ini, peserta didik mengidentifikasi resensi berdasarkan bagianbagiannya dari teks resensi yang telah dicontohkan.

Identitas Buku:
a. Judul Buku: Saksi Mata
b. Pengarang: Suparto Brata
c. Penerbit: Kompas
d. Tebal: x + 434 halaman

Ringkasan Isi Buku:
Tokoh utama dalam novel ini adalah bocah laki-laki berusia dua belas tahun bernama Kuntara, yaitu seorang pelajar sekolah rakyat Mohangakko dan mengambil latar Kota Surabaya pada zaman penjajahan Jepang dengan penggambaran yang sangat apik, detail, dan sangat memikat. Novel setebal 434 halaman ini sebenarnya merupakan cerita bersambung yang dimuat di halaman Kompas pada rentang waktu 2 November 1997 hingga 2 April 1998. Kisah berawal dari Kuntara secara tidak sengaja memergoki buliknya Raden Ajeng Rumsari alias Bulik Rum tengah bertemu dengan Wiradad di sebuah bunker belakang. Baru diketahui Kuntara kalau Wiradad adalah suami sah dari Bulik Rum. Semantara itu, Bulik Rum adalah “wanita simpanan” tuan Ichiro Nishizumi, meski pekerjaan sehari-harinya bekerja di pabrik karung. Sebenarnya, Bulik Rum sudah menikah dengan Wiradad tetapi tuan Ichiro Nishizumi tidak peduli dengan semua itu dan memboyongnya ke Surabaya.

Keunggulan Buku:
Novel ini menyajikan cerita sejarah pada masa penjajahan zaman Jepang di Indonesia. Salah satu sejarah yang perlu diketahui oleh para pembaca.

Kelemahan Buku:
Novel ini tidak cocok untuk kalangan remaja bahkan untuk anak-anak. Lebih cocok untuk dewasa.

Rekomendasi:
Membaca novel ini akan mengingatkan kembali pada peristiwa penjajahan zaman Jepang di Indonesia tepatnya di Kota Surabaya. Kosakata dan lagu-lagu Jepang yang disajikan menambah hidup suasana zaman pendudukan Jepang saat di Indonesia.

2. Pada jawaban ini, peserta didik mencermati unsur-unsur resensi jenis buku lain yaitu nonfiksi. Pengerjaannya bisa berdasarkan format tabel yang ada disertai
dengan penilaian. Aspek yang dinilai yaitu kelengkapan, ketepatan, kejelasan, keefektifan kalimat, kebakuan ejaan/tanda baca.