Enzim – Enzim yang Berfungsi Dalam Manipulasi DNA

4/5 - (9 votes)

Teknik manipulasi DNA melibatkan beberapa enzim, diantaranya DNA polimerase, ligase, enzim yang memodifikasi ujung akhir nukleotida dan nuklease. Nuklease merupakan enzim yang memotong molekul DNA dengan memutuskan ikatan fosfodiester antara nukleotida satu dengan nukleotida berikutnya.

 

Enzim yang dipakai oleh orang-orang bioteknologi dalam memanipulasi DNA diantaranya adalah enzim Endonuklease, yaitu enzim yang mengenali batas-batas sekuen nukleotida spesifik dan berfungsi dalam proses restriction atau pemotongan bahan-bahan genetik. Penggunaan enzim ini yang paling umum antara lain pada sekuen palindromik.

Enzim ini dibentuk dari bakteri yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menahan penyusupan DNA, seperti genom bacteriophage.Ada juga DNA polimerisasi, yaitu enzim yang biasa dipakai untuk meng-copy DNA. Enzim ini mengsintesis DNA dari sel induknya dan membentuk DNA yang sama persis ke sel induk barunya.

Enzim ini juga bisa didapatkan dari berbagai jenis organisme, yang tidak mengherankan, karena semua organisme pasti harus meng-copy DNA mereka. Selain DNA polimerisasi, ada juga enzim RNA polimerisasi yang berfungsi untuk membaca sekuen DNA dan mengsintesis molekul RNA komplementer.

Seperti halnya DNA polimerisasi, RNA polimerisasi juga banyak ditemukan di banyak organisme karena semua organisme harus merekam  gennya. Selanjutnya yang akan dibahas adalah enzim DNA ligase. Enzim DNA ligase merupakan suatu enzim yang berfungsi untuk menyambungkan suatu bahan genetik dengan bahan genetik yang lain.

Contohnya saja, enzim DNA ligase ini dapat bergabung dengan DNA (atau RNA) dan membentuk ikatan phosphodiester baru antara DNA (atau RNA) yang satu dengan lainnya. Ligasi adalah proses penyambungan antara satu fragmen DNA dengan fragmen DNA lainnya.

Di dalam pengklonan gen, DNA insert disambungkan dengan vector pengklonan. Terdapat beberapa jenis vector, diantaranya vector untuk bakteri adalah plasmid, phage dan cosmid, serta beberapa vector lain yang digunakan untuk organisme selain bakteri, yaitu Yeast Artificial Chromosomes (YAC), Bacterial Artificial Chromosomes (BAC), Plant Cloning Vectors dan Mammalian Cell Vectors.

Faktor yang sangat berperan dalam proses ligasi adalah Enzim Ligase. Enzim ligase adalah enzim yang berfungsi menggabungkan fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi dengan fragmen DNA vector. DNA insert (fragmen DNA asing) dipotong pada bagian yang sesuai dengan bagian pemotongan DNA vector, sehingga keduanya dapat saling berkomplemen.

Enzim ligase hanya dapat menggabungkan fragmen DNA yang mempunyai ujung tidak rata (sticky end) yang saling berkomplemen dan ujung rata (blunt end). Enzim ligase mengkatalisasi pembentukan ikatan kovalen antara gula dengan phosphate dari nukleotida yang berdekatan, yang menghendaki satu nukleotida mempunyai ujung phosphate bebas dan nukleotida yang berdekatan mempunyai ujung gugus hidroksil.

Enzim ligase tidak membedakan DNA-DNA dari organisme yang berbeda. Oleh karena itu, dua fragmen DNA dari organisme yang berbeda pun dapat digabungkan oleh enzim ini. Kedua fragmen ini kemudian menjadi satu molekul DNA yang disebut sebagai DNA rekombinan. DNA rekombinan ini tidak dapat dilihat keberhasilannya kecuali dengan memperbanyaknya di dalam sel inang. Proses ini disebut sebagai transformasi atau cloning gen.

Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-fragmen DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA vektor yang sudah berbentuk linier. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA secara in vitro.

Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau lazim disebut sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul.

Sementara itu, cara yang ketiga telah disinggung di atas, yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase. Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC.

Akan tetapi, pada suhu ini ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut. Oleh karena itu, ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC dengan waktu inkubasi (reaksi) yang diperpanjang (sering kali hingga semalam).

Pada reaksi ligasi antara fragmenfragmen DNA genomik dan DNA vektor, khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi.

Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan dengan enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung pada molekul DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik.

Ligasi berhasil bila kedua ujung yang akan disambungkan berkomplemen. Kecocokan yang sangat spesifik dibutuhkan bila fragmen DNA yang akan disambungkan mempunyai ujung tidak rata (sticky end), karena penyambungannya harus mengikuti kaidah Chargaff, yaitu T berpasangan dengan A dan G berpasangan dengan C.

Sedangkan fragmen DNA yang mempunyai ujung rata (blunt end) dapat disambungkan dengan sembarang fragmen DNA lain yang berujung rata. Oleh karena itu untuk mengklon suatu fragmen DNA yang spesifik menggunakan ujung tidak rata sedangkan pengklonan DNA yang tidak memerlukan spesifikasi tertentu menggunakan ujung rata.