Hasil – Hasil Kebudayaan Zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum dan Megalitikum

5/5 - (1 vote)

Zaman batu adalah suatu periode ketika peralatan manusia secara dominan terbuat dari batu walaupun ada pula alat-alat penunjang hidup manusia yang terbuat dari kayu, tulang ataupun bambu. Namun alat-alat yang terbuat dari kayu atau tulang tersebut tidak meninggalkan bekas sama sekali. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan tersebut tidak tahan lama. Dalam zaman ini alat-alat yang dihasilkan masih sangat kasar (sederhana) karena hanya sekadar memenuhi kebutuhan hidup saja.

 

Zaman batu ini terbagi atas empat zaman, yaitu sebagai berikut:

  1. Zaman Paleolitikum
  2. Zaman Mesolitikum
  3. Zaman Neolitikum
  4. Zaman Megalitikum

Di bawah ini akan kami sajikan mengenai Pengertian dan hasil kebudayaan dari masing-masing zaman tersebut. Berikut ulasannya.

Pengertian dan Ciri-Ciri Zaman Paleolitikum

Zaman Paleolitikum disebut juga dengan zaman batu tua. Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden dalam kumpulan kecil untuk mencari makanan dengan berburu ataupun mengumpulkan makanan dari hutan. Manusia purba pada masa ini menggunakan batu, kayu, dan tulang hewan untuk membuat peralatan berburu. Zaman Paleolitikum berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu, yaitu pada zaman Plestosen.

Paleolitikum atau zaman batu tua disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana. Manusia pendukung zaman ini adalah Pithecantropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus Paleojavanicus dan Homo Soloensis.

Fosil-fosil ini ditemukan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Mereka memiliki kebudayaan Pacitan dan Ngandong. Zaman Paleolithikum ditandai dengan kebudayan manusia yang masih sangat sederhana. Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman Paleolithikum, yakni:

  1. Hidup berpindah-pindah (Nomaden)
  2. Berburu (Food Gathering)
  3. Menangkap ikan

Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat dikelompokan menjadi kebudayaan pacitan dan kebudayaan ngandong.

Kebudayaan Pacitan

Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam di daerah Pacitan. Kapak genggam itu berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai. Kapak ini masih dikerjakan dengan sangat kasar dan belum dihaluskan. Para ahli menyebutkan bahwa kapak itu adalah kapak penetak. Selain di Pacitan alat-alat banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara).

Kebudayaan Ngandong

Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang, flakes, alat penusuk dari tanduk rusa dan ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan Sidoarjo. Selain itu di dekat Sangiran ditemukan alat sangat kecil dari betuan yang amat indah. Alat ini dinamakan Serbih Pilah, dan banyak ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan) yang terbuat dari batu-batu indah seperti kalsedon. Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada dinding goa seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di Goa Leang Pattae (Sulawesi Selatan).

Pengertian dan Ciri-Ciri Zaman Mesolitikum

Mesolitikum berasal dari bahasa Yunani terdiri atas kata mesos yang berarti tengah dan lithos yang berarti batu atau zaman batu Pertengahan. Ini karena diperkirakan terjadi pada masa holosen yang terjadi sekitar 10.000 tahun lalu. Di zaman batu tengah ini, dipercaya kalau manusia pra sejarah masih menggunakan batu untuk alat sehari-hari. Kebudayaan Mesolitikum merupakan kelanjutan dari kebudayaan Paleolitikum.

Pastinya zaman batu tengah mesolitikum ini mempunyai ciri-ciri yang bisa membuat kita lebih mudah untuk mengenali zaman ini. Ciri ciri zaman mesolitikum atau ciri-ciri zaman mesozoikum adalah:

  1. Sudah tidak lagi nomaden atau sudah mempunyai tempat tinggal yang semi permanen seperti di gua, dan di pantai.
  2. Sudah mempunyai kemampuan untuk bercocok tanam walaupun masih menggunakan cara yang sederhana
  3. Sudah bisa membuat kerajinan dari gerabah.
  4. Masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
  5. Alat alat yang dihasilkan hampir sama dengan zaman palaeolithikum yaitu alat alat yang terbuat dari batu dan masih kasar.
  6. Ditemukannya sampah dapur yang disebut kjoken mondinger.

Manusia purba pada zaman mesolitikum memiliki kecerdasan yang lebih dibandingkan dengan manusia purba pada zaman paleolitikum. Dengan tatanan sosial yang lebih rapih, tertata dan juga maju pada saat itu menjadi bukti zaman ini lebih baik. Salah satu jenis manusia pendukung zaman mesolitikum adalah bangsa melanosoid. Bangsa ini menyerupai nenek moyang orang Sakai, Aeta, Aborigin dan juga Papua.

Ada beberapa kebudayaan peninggalan zaman mesolitikum, sebagai berikut:

Kebudayaan Abis sous roche

Abis sous roche bisa dibilang sebagai goa yang jadi tempat tinggal para manusia purba zaman mesolitikum pada saat itu. Fungsi dari goa ini tentu sebagai rumah atau tempat berlindung dari cuaca dan binatang buas. Abis Sous Roche ini pertama kali diselidiki oleh Dr. Van Stein Callenfels pada tahun 1928-1931 di goa Lawa. Di goa ini ditemukan banyak alat-alat pada zaman mesolitikum.

Kebudayaan bacson-hoabinh

Bacson hoabinh merupakan kebudayaan yang ditemuka di dalam bukit-bukit kerang dan gua di Indo-china, sumatera timur, dan melaka. Terdapat alat seperti batu giling yang ditemukan di gua itu. Peninggalan yang satu ini cukup unik, kalau ada orang yang meninggal, mayatnya diposisikan dengan posisi berjongkok kemudian diberi cat warna merah. Tujuan pemberian cat tersebut supaya mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup.

Kebudayaan toala

Sebagian besar kebudayaan toala membuat alatnya dari batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti kaleson, jaspis, obsidian dan kapur. Budaya ini beda dengan bacson-hoabinh. Kalau ada yang meninggal, dia akan dikuburkan didalam gua dan kalau tulang belulangnya telah mengering akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenang-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung.

Pengertian dan Ciri-Ciri Zaman Neolitikum

Neolitikum merupakan zaman batu baru yang diperkirakan berlangsung kira-kira tahun 2000 SM. Pada zaman Neolitikum, hasil-hasil kebudayaan yang ditemukan sudah ada indikasi kepandaian mengasah dari manusia pendukungnya. Pengerjaannya juga sudah mulai memperhatikan segi-segi keindahan.

Terjadi perubahan yang mendasar pada zaman Neolitikum. Pada masa ini, manusia yang sebelumnya sekadar pengumpul makanan, mulai menjadi penghasil makanan dengan melakukan bertani dan beternak. Mereka tidak lagi hidup berpindah-pindah (nomaden), tetapi relatif telah menetap dan tinggal di perkampungan kecil. Jadi, zaman Neolitikum ditandai dengan pola kehidupan dari food gathering ke food producing. Pola hidup mengembara sudah berubah menjadi pola hidup menetap. Kebudayaan zaman Neolitikum memiliki dua peralatan yang popular, yaitu kapak persegi dan kapak lonjong.

Hasil budaya lainnya dari zaman ini adalah semakin majunya tradisi gerabah, yang berfungsi sebagai wadah untuk keperluan rumah tangga. Namun di beberapa tempat, gerabah di gunakan sebagai tempat menyimpan tulang belulang manusia seperti yang di temukan di wilayah pantai selatan Jawa (antara Yogya, Pacitan), Kandang Lembu di Banyuwangi, Melolo (Sumba), dan Minanga Sipakka di Sulawesi Barat. Sedangkan di Gilimanuk (Bali) ditemukan gerabah yang digunakan sebagai bekal kubur.

Kira-kira 2000 tahun SM, telah datang bangsa-bangsa baru yang memiliki kebudayaan lebih maju dan tinggi derajatnya. Mereka dikenal sebagai bangsa Indonesia Purba.

Ciri-Ciri Zaman Neolitikum

  1. Peralatan sudah dihaluskan dan diberi tangkai.
  2. Alat yang digunakan antara lain kapak persegi dan lonjong.
  3. Pakaian terbuat dari kulit kayu dan kulit binatang.
  4. Perhiasan terbuat dari kulit kerang, terrakota dan batu.
  5. Tempat tinggal menetap (sedenter).
  6. Memiliki kemampuan bercocok tanam.
  7. Menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme.

Dapat dikatakan pada zaman neolithikum itu terdapat dasar-dasar pertama untuk penghidupan manusia sebagai manusia, sebagaimana kita dapatkan sekarang. Kebudayaan di Zaman Neolithikum berupa:

Religi (Kepercayaan)

Pada masa ini kepercayaan masyarakat semakin bertambah, bahkan masyarakat juga mempunyai konsep tentang apa yang terjadi dengan seseorang yang telah meninggal yaitu penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang sebagai suatu kepercayaan yang disebut dengan Animisme. Serta kepercayaan bahwa benda-benda disekitar kita memiliki jiwa atau kekuatan yang disebut dengan Dinamisme.

Ekonomi

Dengan dikenalnya sistem bercocok tanam, maka ada banyak waktu yang terluang yaitu waktu antara musim tanam hingga datangnya musim panen. Pada saat itulah mereka mulai mengembangkan perekonomian mereka dengan mengenal sistem barter, dimana terjadi pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sistem barter merupakan langkah awal bagi munculnya sistem perdagangan/ sistem ekonomi dalam masyarakat. Untuk memperlancar diperlukan suatu tempat khusus bagi pertemuan antara pedagang dan pembeli yang pada perkembangannya disebut dengan pasar. Melalui pasar masyarakat dapat memenuhi sebuah kebutuhan hidupnya.

Adat Istiadat

Peninggalan kebudayaan manusia pada masa bercocok tanam semakin banyak dan beragam, kebudayaan semakin berkembang pesat, manusia telah dapat mengembangkan dirinya untuk menciptakan kebudayaan yang lebih baik dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, pada masa Neolithikum budaya manusia telah maju dengan pesat. Berbagai macam pengetahuan telah dikuasai, misalnya pengetahuan tentang perbintangan, pranatamangsa (cara menentukan musim berdasarkan perbintangan atau tanda-tanda lainnya), pelayaran, kalender (menentukan hari baik atau buruk).

Kesenian

Banyak unsur-unsur kebudayaan Neolithikum yang masih hidup hingga sekarang. Salah satunya adalah kesenian seperti pertenunan dengan menggunakan tenun gendong. Unsur-unsur lainnya yang dapat disebutkan dan masih hidup hingga sekarang misalnya gamelan dan wayang.

Pengertian dan Ciri-Ciri Zaman Megalitikum

Megalitikum berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu megalitik. Kata mega berarti besar dan lithos berarti batu. Jadi, Megalitikum merupak.an zaman batu besar. Dikatakan zaman batu besar karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. Kebudayaan ini kemungkinan berkembang setelah berkembangnya budaya logam. Hasil-hasil kebudayaan Megalitikum lebih difungsikan sebagai penunjang kehidupan religius.

Zaman Megalitikum artinya zaman batu besar. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh nenek moyang (leluhur) yang mendiami benda-benda, seperti pohon, batu, sungai, gunung, senjata tajam. Sedangkan dinamisme adalah bentuk kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki kekuatan atau tenaga gaib yang dapat memengaruhi terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan manusia.

Kebudayaan megalithikum adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar yang muncul sejak zaman Neolithikum dan berkembang pesat pada zaman logam. Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang yaitu :

  1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
  2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.

Dari hasil peninggalannya, diperkirakan manusia pada Zaman Megalitikum ini sudah mengenal bentuk kepercayaan rohaniah, yaitu dengan cara memperlakukan orang yang meninggal dengan diperlakukan secara baik sebagai bentuk penghormatan. Di Indonesia, beberapa etnik masih memiliki unsur-unsur megalitik yang dipertahankan hingga sekarang.

Pasemah

Pasemah merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera Selatan, berada di kaki Gunung Dempo. Tinggalan-tinggalan megalitik di wilayah ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang. Tinggalan megalitik Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat dengan begitu dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam memahat sehingga tinggalan [megalitik pasemah], disebut oleh ahli arkeologi sebagai Budaya Megalitik Pasemah.

Nias

Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk memperingati kematian seorang penting di Nias (awal abad ke-20). Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kehidupannya. Lompat batu dan kubur batu masih memperlihatkan elemen-elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu besar sebagai tempat untuk memecahkan perselisihan.

Sumba

Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di sejumlah perkampungan. Meja batu juga dipakai sebagai tempat pertemuan adat.

Hasil Kebudayaan Zaman Paleolitikum

Seperti telah di uraikan di atas, zaman Paleolitikum adalah zaman batu tua, zaman Paleolitikum berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu, yaitu pada zaman Plestosen, yang memiliki hasil kebudayaan berupa:

Flakes

Flakes yaitu alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon, yang dapat digunakan untuk mengupas makanan. Flakes termasuk hasil kebudayaan Ngandong sama seperti alat-alat dari tulang binatang. Kegunaan alat-alat ini pada umumnya untuk berburu, menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan.

Kapak Genggam

Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut “chopper” (alat penetak/pemotong) Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengancara menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.

Kapak Perimbas

Kapak perimbas berpungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata. Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan pacitan.

Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa

Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan.

Hasil Kebudayaan Zaman Mesolitikum

Seperti kita ketahui bersama, zaman Mesolitikum adalah zaman batu  pertengahan, dan diperkirakan terjadi pada masa holosen yang terjadi sekitar 10.000 tahun lalu, yang memiliki hasil kebudayaan berupa:

Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil.

Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).

Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)

Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.

Hachecourt (kapak pendek)

Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.

Pipisan

Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.

Hasil Kebudayaan Zaman Neolitikum

Sebagaimana diketahui zaman Neolitikum adalah zaman batu baru yang diperkirakan berlangsung kira-kira tahun 2000 SM, yang memiliki hasil kebudayaan berupa:

Pahat Segi Panjang

Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan Selatan, daerah Hindia Belakang sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya sebagian besar dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa, kepulauan Kuril dan Jepang.

Kapak Persegi

Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.

Kapak Lonjong

Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.

Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.

Kapak Bahu

Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa.

Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah)

Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu indah dalam jumlah besar walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis) menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat atau batu-batu akik.

Tembikar (Periuk belanga)

Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau periuk belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang ditemukan hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia.

Hasil Kebudayaan Zaman Megalitikum

Sebagaimana diketahui zaman Megalitikum adalah zaman batu besar, yang memiliki kebudaayan berupa:

Menhir

Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.

Dolmen

Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.

Dengan demikian dolmen yang berfungsi sebagai tempat menyimpan mayat disebut dengan kuburan batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat, Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.

Waruga

Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain.

Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.

Peti kubur (Sarkofagus)

Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.

Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya.

Punden Berundak-undak

Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal. Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur.

Arca batu

Arca batu banyak di temukan di beberapa tempat di wilayah indonesia, diantaranya pasemah, Sumatra Selatan dan Sulawesi Tenggara. Bentuknya dapat menyerupai binatang atau manusia dengan ciri Negrito. Di Pasemah ditemukan arca yang dinamakan Batu Gajah, yaitu sebongkah batu besar berbentuk bulat diatasnya terdapat pahatan wajah manusia yang mungkin merupakan perwujudan dari nenek moyang yang menjadi objek pemujaan.

Kubur batu

Kubur batu adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.

Daerah penemuan kubur batu adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik.

Dari penjelasan tentang kubur batu, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya. Tetapi untuk dapat mencari perbedaan antara keduanya.

Perbedaan Karakteristik Zaman Batu

Berdasarkan uraian di atas, karakteristk zaman batu dapat dipetakan sebagai berikut.

Demikianlah ulasan mengenai pengertian dan hasil kebudayaan dari zaman Paleolitikum, zaman Mesolitikum, zaman Neolitikum dan zaman Megalitikum. Semoga ilmunya dapat bermanfaat bagi adik-adik yang sedang belajar menimba ilmu. Sekian dan terima kasih atas partisipasinya.