Musik yang Berkembang Pada Zaman Pertengahan

Pada awalnya music abad pertengahan masih bersifat mononik. Monofonik berasal dari kata Yunani “Monos” yang berarti tunggal dan “phooneoo” yang berarti berbunyi. Monofonik berarti jenis music yang hanya terdiri dari satu suara saja tanpa iringan apapun.

 

Seni music abad pertengahan juga di dominasi oleh music gereraj yang bersumber dari seni music Yahudi, yang dalam hal ini adalah madah (nyanyian yang bersumber dari ayat suci) seni music pada masa ini di dominasi oleh pemusik geraja, pada masa ini seni music monofonik mencapai puncak kesempurnaan artistic, terutama pada masa Paus Gragorius agung (540-604). Oleh sebab itu, music pada abad pertengahan juga disebut music Gregorian.

Pada masa ini teori music juga berkembang. Guido de Arezzo, teoritikus music asal Italia, pada tahun 1050 menciptakan metode deretan nada dengan interval ½ di tengah. Guido de Arezzo memberi nama nada yang sekarang dikenal dengan solmisasi berdasarkan Himme yohanes. Ia mengambil suku pertama lirik lagu terebut untk memberi nama nada.

Pada abad pertengahan juga mulai dibedakan antara birama dan irama. Birama adalah system tekanan yang tetap, sedangakn irama adalah system gerak melodis hidup dinamis dan bervariasi. Bentuk nyanyian pada masa ini terutama nyanyian untuk gereja umumnya bersifat resitatif.

Atas jasa para penyanyi keliling troubadour (Perancis: menemukan), trouvere (Perancis menemukan/ mengarang syair dan melodi), dan minessanger (Jerman: penanyi lagu asmara) music profane (keduniawian) mulailah berkembang lagu kepahlawanan, percintaan, dan lagu menyemarakkan pesta. Selain menyanyikan lagu, mereka juga menciptakan komposisi dan menampilkan karyanya dengan diiringi pertunjukan akrobatik. Namun dalam tradisi ini, music masih bersifat monofonik. Diketahui ada 450 troubudar pada masa itu menghasilkan 2500 syair dan sekitar 300 lagu.

Tidak di temukan naskah berisi contoh lagu instrumental sampai sekitar tahun 1300. Namun lukisan dan banyak gambar dari naskah Alkitab dari zaman itu dan gambar di jendela geraja memperlihatkan beberapa jenis alat music yang dimainkan. Alat music tersebut diantaranya adalah harpa, vielle, organistrum, kecapi, lut, suling, shawm, dan organ.

Dengan adanya bukti alat music itu berarti music polifoni (music beberapa suara, termasuk lagu dengan iringan alat music) sudah mulai dikenal. Pada abad pertengahan ini, juga mulai dikenal system notasi music mensural, yakni notasi yang memperhitungkan panjang nada sesuai dengan proporsi. Notasi mensural inilah yang kemudian menjadi dasar notasi balok seperti uang Indonesia kenal saat ini.

Notasi mensural dipakai sampai tahun 1600 dan kemudian diganti dengan notasi modern (not balok) dengan garis birama. Seiring dengan perkembangan music polifoni berkembang pula jenis penyajian music. Berikut ini adalah sebutan penyajian music secara kolosal.