Alasan Dibalik Perubahan RIS 49 ke UUDS 50

Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949 bersamaan dengan penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Konstitusi RIS dihasilkan dari sebuah pertemuan yang dinamakan ”pertemuan untuk permusyawaratan federal” pada tanggal 14 Desember 1949 di Den Haag, Belanda.

 

Konstitusi RIS terdiri atas 197 pasal dan juga konstitusi ini bersifat sementara karena menurut ketentuan Pasal 186 Konstituante (sidang pembuat Konstitusi) bersama-sama dengan Pemerintah akan selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS yang akan menggantikan Konstitusi yang sementara ini.

Bentuk negara yang dikehendaki Konstitusi RIS ialah serikat atau federal, dengan bentuk pemerintahan republik. Ketentuan ini dapat dikaji dalam Pasal 1, Ayat 1 yang menyatakan, ”Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi”.

Sesuai dengan bentuk serikat, wilayah RIS dibagi ke dalam tujuh negara bagian dan sembilan satuan kenegaraan. Ketujuh negara bagian tersebut adalah:

  • Negara Republik Indonesia,
  • Negara Indonesia Timur,
  • Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta,
  • Negara Jawa Timur,
  • Negara Madura,
  • Negara Sumatra Timur, dan
  • Negara Sumatra Selatan.

Adapun yang termasuk satuan kenegaraan ialah sebagai berikut: Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat (Daerah Istimewa), Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Negara dan daerah bagian ini memiliki kemerdekaan untuk menentukan nasib sendiri yang bersatu dalam ikatan federasi RIS. Selain negara bagian dan satuan kenegaraan tadi, RIS mencakup pula daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.

Menurut ketentuan dalam Bab III, alat-alat perlengkapan federal RIS adalah :

  • Presiden
  • Menteri-menteri
  • Senat
  • Dewan Perwakilan Rakyat
  • Mahkamah Agung
  • Dewan Pengawas Keuangan

Dari ketentuan pasal-pasalnya dapat disimpulkan bahwa Konstitusi RIS menganut sistem pemerintahan parlementer. Dalam sistem pemerintahan menurut konstitusi ini, presiden dan menteri-menteri merupakan Pemerintah. Lembaga perwakilannya menganut sistem dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Senat merupakan perwakilan negara atau daerah bagian yang setiap negara atau daerah bagian diwakili dua orang. DPR yang beranggotakan 150 orang merupakan wakil seluruh rakyat.

Pemerintah melakukan kekuasaan legislatif bersama-sama dengan DPR dan Senat. Hal ini dilakukan sepanjang materi undang-undang itu menyangkut satu atau semua negara atau daerah bagian; atau mengenal hubungan RIS dengan negara atau daerah bagian. Adapun pembuatan undang-undang yang menyangkut seluruh kekuasaan di luar masalah tadi dilakukan oleh presiden bersama-sama DPR. Selain memiliki kekuasaan legislatif yang sangat terbatas, Senat juga memiliki fungsi sebagai penasihat pemerintah.

Nasihat Senat wajib didengar pemerintah apabila menyangkut:

  • Urusan-urusan penting negara-negara atau daerah-daerah bagian
  • Hubungan RIS dengan negara atau daerah bagian
  • Penyusunan Rancangan Undang-Undang Darurat