Menyusun Bagian-Bagian Penting dari Permasalahan Aktual

4.4/5 - (10 votes)

Di bagian ini kamu akan mempelajari tentang menelaah bagian-bagian penting dalam teks ceramah dan menemukan kalimat majemuk bertingkat dalam teks ceramah.

 

Kegiatan 1

Menelaah Bagian-Bagian Penting dalam Teks Ceramah

Perhatikan cuplikan bacaan berikut.

Tentang Jepang

Pernahkah kamu pergi ke Jepang? Jepang termasuk negara kecil di Asia yang sudah maju. Banyak hal yang perlu diketahui tentang Jepang. Masyarakat negara ini mampu mempertahankan tradisi yang berkembang di masyarakatnya.

Anak-anak Jepang membersihkan sekolah mereka setiap hari, selama seperempat jam dengan para guru. Itulah yang menyebabkan munculnya generasi Jepang yang sederhana dan suka pada kebersihan. Para siswa belajar menjaga kebersihan karena dalam mengatasi kebersihan merupakan bagian dari etika Jepang. Siswa Jepang, dari tahun pertama hingga tahun keenam sekolah dasar harus belajar etika dalam berurusan dengan orang-orang.

Pekerja kebersihan di Jepang dimaksudkan untuk menciptakan kesehatan. Oleh karena itu, mereka sering disebut “insinyur kesehatan” dan mendapatkan gaji setara dengan Rp50 Juta per bulan. Untuk merekrut mereka dilakukan melalui tes tertulis dan wawancara.

Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti Indonesia. Mereka sering terkena gempa bumi, tetapi itu tidak mencegah Jepang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia. Rakyat Jepang mengatasi kekurangan sumber daya alam dengan wmengoptimalkan sumber daya lainnya.

Jika kamu pergi ke sebuah restoran prasmanan di Jepang maka kamu akan melihat orang-orang yang hanya makan sebanyak yang mereka butuhkan. Dengan begitu, tidak ada sisa-sisa makanan. Selain itu, dari restoran tidak ada limbah apa pun.

Masyarakat Jepang sangat menghargai waktu. Mereka selalu menepati waktu. Bahkan, tingkat keterlambatan kereta di Jepang hanya sekitar 7 detik per tahun. Budaya mereka dalam menghargai nilai waktu sangat dijaga sehingga mereka sangat tepat waktu, dengan perhitungan menit dan detik.

Jepang sangat menghargai pendidikan. Masyarakatnya mendukung visi pendidikan di Jepang. Jika kamu bertanya kepada mereka, “Apakah arti pelajar itu?” Maka mereka akan menjawab bahwa, “Pelajar adalah masa depan Jepang”.

Bagian-bagian yang bercetak tebal merupakan hal penting dalam seluruh rangkaian cuplikan ceramah tersebut. Bagian-bagian tersebut merupakan bagian pokok atau dasar dari suatu ceramah. Adapun bagian-bagian lainnya berperan sebagai penjelas saja.

Tabel: Bagian-Bagian Penting

Paragraf 1

Bagian Penting
Jepang termasuk negara kecil di Asia yang sudah maju.

Paragraf 2

Bagian Penting
Anak-anak Jepang membersihkan sekolah mereka setiap hari.

Penting atau tidaknya suatu uraian dapat pula berdasarkan kebermanfaatannya. Apabila bagian itu dianggap bermanfaat atau sangat perlu diketahui, maka bagian itulah yang penting. Sementara itu,
pernyataan lain yang kurang bermanfaat atau sudah diketahui maksudnya, maka bagian itu bukanlah hal penting. Dengan demikian, penting tidaknya suatu uraian bisa berbeda antara pendengar yang satu dengan pendengar yang lainnya. Meskipun demikian, berdasarkan paparan yang tersaji dalam teks ceramah itu, suatu informasi dianggap penting apabila informasi itu bersifat umum yang merangkum atau menjadi dasar uraian-uraian lainnya.

Tugas
1. Kerjakanlah latihan berikut sesuai dengan instruksinya!
a. Bacalah teks di bawah ini dengan baik.
b. Secara berkelompok, tandailah bagian-bagian penting dari teks tersebut.
c. Buatlah simpulan tentang isi teks itu secara keseluruhan!

Saudara-saudara yang baik hati, suatu ketika saya melihat beberapa orang siswa asyik berjalan di depan sebuah kelas dengan langkahnya yang cukup membuat orang di sekitarnya merasa bising.

Terdengar percakapan di antara mereka yang kira-kira begini, “Punya gua kemarin hilang.” Terdengar pula sahutan salah seorang mereka, “Lho, kalau punya gua, sama elu kemanain?”

Tak menyangka, salah seorang siswa di samping saya juga memperhatikan percakapan mereka. Ia kemudian nyeletuk, “Gua apa: Gua Selarong atau Gua Jepang?”

Beberapa siswa yang mendengarnya tertawa kecil. Di antara mereka ada yang berbisik, “Serasa di Terminal Kampung Rambutan, ye…?”

Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap berbahasa yang berbeda di sekolah tersebut. Kelompok pertama adalah mereka yang kurang memiliki kepedulian terhadap penggunaan bahasa yang baik dan benar. Hal ini tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan. Bahasanya orang-orang Betawi.

Dari komentar-komentarnya, kelompok siswa kedua memiliki sikap kritis terhadap kaidah penggunaan bahasa temannya. Mereka mengetahui makna gua yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ‘lubang besar pada kaki gunung’. Dengan makna tersebut, kata gua seharusnya ditujukan untuk penyebutan nama tempat, seperti Gua Selarong, Gua Jepang, Gua Pamijahan, dan seterusnya; dan bukannya pengganti orang (persona).

Sangat beruntung, sekolah saya itu masih memiliki kelompok siswa yang peduli terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Padahal kebanyakan sekolah, penggunaan bahasa para siswanya cenderung lebih tidak terkontrol. Yang dominan adalah ragam bahasa pasar atau bahasa gaul. Yang banyak terdengar adalah pilihan kata seperti elu-gua.

Bapak-bapak dan Ibu-ibu, prasangka baik saya waktu itu bukannya mereka tidak memahami akan perlunya ketertiban berbahasa di lingkungan sekolah. Saya berkeyakinan bahwa doktrin tentang “berbahasa Indonesialah dengan baik dan benar” telah mereka peroleh jauh-jauh sebelumnya, sejak SMP atau bahkan sejak mereka SD. Saya melihat ketidakberesan mereka berbahasa, antara lain, disebabkan oleh kekurangwibawaan bahasa Indonesia itu sendiri di mata mereka.

Ragam bahasa Indonesia ragam baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan bahasa gaul, lebih-lebih dengan bahasa asing, baik itu dalam pergaulan ataupun ketika mereka sudah masuk dunia kerja. Tuntutan kehidupan modern telah membelokkan apresiasi para siswa itu terhadap bahasanya sendiri. Bahasa asing berkesan lebih bergengsi. Pelajaran bahasa Indonesia tak jarang ditanggapi dengan sikap sinis. Mereka merasa lebih asyik dengan mengikuti pelajaran bahasa Inggris atau mata kuliah lainnya.

Dalam kehidupan masyarakat umum pun, kinerja bahasa Indonesia memang menunjukkan kondisi yang semakin tidak menggembirakan. Setelah Badan Bahasa tidak lagi menunjukkan peran aktifnya, bahasa Indonesia menunjukkan perkembangan ironis. Bahasa Indonesia digunakan seenaknya sendiri; tidak hanya oleh kalangan terpelajar, tetapi juga oleh para pejabat dan wakil rakyat.

Seorang pejabat negara berkata dalam sebuah wawancara televisi, “Content undang-undang tersebut nggak begitu, kok. Ada dua item yang harus kita perhatikan di dalamnya.” Pejabat tersebut tampaknya merasa dirinya lebih hebat dengan menggunakan kata content daripada kata isi atau kata item daripada kata bagian atau hal.

Penggunaan bahasa yang acak-acakan juga banyak dipelopori oleh kalangan pebisnis. Badan usaha, pemilik toko, dan pemasang iklan kian pandai menggunakan bahasa asing. Seorang pengusaha salon lebih merasa bergaya dengan nama usahanya yang berlabel Susi Salon daripada Salon Susi atau pengusaha kue lebih percaya diri dengan tokonya yang bernama Lutfita Cake daripada Toko Kue Lutfita. Akan terasa aneh terdengarnya apabila kemudian PT Jasa Marga ikut-ikutan menamai jalan-jalan di Bandung dan di kotakota lainnya, misalnya, menjadi Sudirman Jalan, Kartini Jalan, Soekarno-Hatta Jalan.

Hadirin yang berbahagia, kalangan terpelajar dengan julukan hebatnya sebagai “tulang punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan kebiasaan seperti itu. Para siswa justru harus menunjukkan kelas tersendiri dalam hal berbahasa.

Intensitas para siswa dalam memahami literatur-literatur ilmiah sesungguhnya merupakan sarana efektif dalam mengakrabi ragam bahasa baku. Dari literatur-literatur tersebut mereka dapat mencontoh tentang cara berpikir, berasa, dan berkomunikasi dengan bahasa yang lebih logis dan tertata.

Namun, lain lagi ceritanya kalau yang dikonsumsi itu berupa majalah hiburan yang penuh gosip. Forum gaulnya berupa komunitas dugem; literatur utamanya koran-koran kuning, jadinya ya…, gitu deh…. Ragam bahasa elu-gue, oh-yes… oh-no…. yang bisa jadi akan lebih banyak mewarnai.

2. Setelah membaca dan menjawab pertanyaan, lakukanlah hal-hal berikut!

a. Presentasikanlah pendapat kelompokmu di depan kelompok lainnya.
b. Mintalah anggota dari kelompok lain untuk memberikan tanggapan/ kritik berdasarkan ketepatan dan kelengkapannya!

Contoh Jawaban

1. Menuliskan bagian-bagian penting secara berkelompok dari teks yang telah disediakan.

Bagian-Bagian Penting

  1. Percakapan dua kelompok siswa yang memiliki sikap berbahasa berbeda. Kelompok pertama, mereka kurang memiliki kepedulian terhadap penggunaan bahasa yang baik dan benar. Kelompok kedua, memiliki sikap kritis terhadap kaidah penggunaan bahasa. Makna kata gua yang benar memiliki arti ‘lubang besar pada kaki gunung’ bukan kata pengganti orang (persona).
  2. Penggunaan bahasa yang masih keliru tersebut salah satunya disebabkan oleh kekurangwibawaan bahasa Indonesia di mata mereka. Ragam bahasa baku mereka anggap kurang “asyik” dibandingkan dengan bahasa gaul atau bahasa asing.
  3. Penggunaan bahasa yang acak-acakan juga banyak dipelopori oleh kalangan pebisnis. Badan usaha, pemilik toko, dan pemasangan iklan dengan menggunakan bahasa asing. Misalnya seorang pengusaha kue lebih percaya diri dengan tokonya bernama Lufita Cake daripada Toko Kue Lufita.
  4. Pelajar sebagai “tulang punggung negara, harapan masa depan bangsa” seharusnya tidak larut dengan kebiasaan tersebut.
  5. Intensitas para siswa dalam memahami literatur-literatur ilmiah sesungguhnya merupakan sarana efektif dalam mengakrabi ragam bahasa baku.

Simpulan
Penggunaan bahasa Indonesia di kalangan remaja cukup memprihatinkan. Hal ini terjadi dari peristiwa percakapan antara dua kelompok siswa. Kelompok pertama, siswa yang kurang memiliki kepedulian terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sementara itu, kelompok kedua, memiliki sikap kritis terhadap kaidah penggunaan bahasa yang disampaikan temannya. Ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan. Bahasanya orang-orang betawi. “Punya gua kemarin hilang” Terdengar pula sahutan salah seorang dari mereka, “Lho, kalau punya gua, sama elu kemanain?. Namun, salah seorang siswa memperhatikan percakapan mereka. Ia kemudian menanggapi, “Gua apa: Gua Selarong atau Gua Jepang?”

Makna kata gua dalam bahasa Indonesia adalah ‘lubang besar pada kaki gunung. Dengan makna tersebut, kata gua seharusnya ditujukan untuk penyebutan nama tempat, seperti Gua Selarong, Gua Jepang, dan lain-lain. Bukan pengganti orang (persona).

Pelajar sebagai bagian dari masyarakat bahasa yang menggunakan, melestarikan, dan menyebarluaskan bahasa seharusnya dapat mencermati kembali pemilihan bahasa yang akan digunakan. Salah satu faktor penyebab kurangnya pemahaman dalam berbahasa yang baik dan benar adalah kurangnya kemauan dalam menyelami informasi dan contoh penggunaan bahasa yang baik dan benar.

2. Menyajikan hasil yang telah dikerjakan pada soal nomor 1. Sementara kelompok lainnya menanggapi dengan memberikan kritik berdasarkan ketepatan dan kelengkapannya. Pengerjaannya berdasarkan format yang telah disajikan melalui tabel.