Karakteristik Kognitif, Sosial Emosional, Fisik dan Pendidikan Untuk Anak Tuna Daksa

5/5 - (1 vote)

Anak – anak tunadaksa bisa diartikan sebagai anak – anak penyandang / memiliki kelainan atau kondisi cacat pada sistem otot, persendian, dan tulang yang menyebabkan mereka mengalami gangguan koordinasi, komunikasi, mobilisasi, adaptasi, dan gangguan perkembangan lainnya.

 

Anak – anak tunadaksa merupakan sekelompok anak – anak penyandang kondisi cacat jasmani yang ditunjukkan pada kelainan bentuk tulang, sendi, otot maupun saraf.

Karakteristik Akademik / Kognitif Anak – Anak Tunadaksa

Anak – anak tunadaksa memiliki tingkat kecerdasan yang sifatnya bervariatif. Mereka adalah anak – anak dengan kondisi kecacatan fisik yang rata – rata memiliki IQ normal dan tetap mampu melakukan interaksi biasa dengan anak – anak normal.

Menurut penelitian menjelaskan bahwa sekitar 45 persen anak – anak tunadaksa mengalami cacat mental atau tunagrahita sedangkan sisanya memiliki IQ sedikit di bawah normal.

Secara garis besar anak – anak tunadaksa kerap mengalami gangguan kognisi, persepsi dan simbolisasi. Problem ini disebabkan karena kondisi saraf penghubung dan jaringan saraf ke otak dalam kondisi rusak sehingga proses persepsi akan dimulai dari stimulus untuk merangsang alat yang akan diteruskan ke otak oleh saraf sensoris selanjutnya menuju ke otak namun mengalami gangguan.

Anak – anak tunadaksa memiliki kemampuan kognisi yang serba terbatas karena pengaruh dari kerusakan otak sehingga dapat mengganggu fungsi kecerdasan, pendengaran, penglihatan, bicara dan rabaan.

Juga gangguan – gangguan pada simbolisasi karena adanya kesulitan di dalam menerjemahkan apa – apa saja yang didengar dan dilihat. Nah masalah inilah yang pada akhirnya akan mempenagruhi kemampuan belajar anak – anak.

Karakteristik Sosial dan Emosional Anak – Anak Tunadaksa

Seperti terhadap kondisi anak – anak normal lainnya, anak – anak tunadaksa mayoritas mengalami perasaan negatif contohnya adalah merasa tidak berguna, merasa rendah diri, dan lain sebagainya.

Perasaan – perasaan ini akan berkembang dan bisa memberi pengaruh buruk terhadap kondisi emosi dan keadaan sosial anak bersangkutan.

Meskipun demikian dikenal beberapa anak tunadaksa yang mampu hidup normal dan tidak terpengaruh. Terutama dalam hal kondisi fisik, mereka akan bertahan hingga mampu menjalani kehidupan normal di lingkungan sekitar mereka tinggal.

Karakteristik Fisik Anak – Anak Tunadaksa

Kecacatan fisik adalah menjadi hal utama dari anak – anak tunadaksa. Kondisi ini akan berkembang kepada aspek – aspek lainnya yang diaplikasikan dalam kehidupan setiap hari.

Pengaruhnya terlihat jelas ketika mereka sedang melaksanakan kegiatan ADL (activity daily living), gangguan bicara, masalah penglihatan dan lain sebagainya.

Anak – anak ini mengalami gangguan yang bersifat turunan. Mereka mengalami gangguan bicara disebabkan karena adanya kelainan motorik alat bicara contohnya adalah lidah, bibir, dan rahang sehingga bisa mengganggu pembentukan artikulasi yang benar.

Rata – rata mengalami masalah besar ketika mereka sedang berbicara apalagi untuk memahaminya.

Keadaan tersebut di atas disebabkan karena adanya sebuah kondisi yang dikenal dengan istilah aphasia sensoris artinya adalah keadaan ketidakmampuan untuk berbicara karena organ – organ reseptor anak – anak terganggu fungsinya.

Di samping itu karena munculnya kondisi aphasia motorik yaitu suatu keadaan / kondisi dimana anak – anak tunadaksa dapat dengan jelas menangkap beberapa informasi di sekitar lingkungan mereka melalui indra pendengaran namun tidak mampu melaksanakan timbal balik / merespon.

Anak – anak tunadaksa biasanya mengalami sebuah kondisi kerusakan pada bagian pyramidal tract dan extrapyramidal / jaringan pada saraf dibagian sistem motorik yang masing – masing berfungsi mengatur jalannya sistem motorik.

Kondisi ini jika dibiarkan tanpa adanya perhatian maka akan menyebabkan anak bersangkutan mengalami problem keseimbangan, masalah kekakuan, kurang mampu mengendalikan gerakan dan lain sebagainya.

Pendidikan Anak – Anak Tunadaksa

Sama dengan anak – anak normal lainnya, anak – anak tunadaksa membutuhkan layanan dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan memiliki 2 tujuan utama yaitu pengembangan fungsi fisik dan rehabilitasi.

Tujuan diberlakukannya hal ini adalah sebagai berikut :

  • Guna mengatasi masalah utama mereka yang muncul sebagai akibat secara langsung ataupun tidak langsung dari kondisi kecacatan anak – anak bersangkutan.
  • Berhubungan dengan bidang pendidikan mereka pada umumnya yaitu mempersiapkan anak – anak agar mempunyai sikap, keterampilan dan pengetahuan sebagai seorang individu yang berguna atau anggota masyarakat yang baik.

Menurut pendapat Connor menjelaskan bahwa terdapat beberapa aspek utama yang patut dikembangkan di dalam diri anak – anak tunadaksa antara lain persiapan masa depan anak – anak, meningkatkan ekspresi diri, pematangan spiritual dan moral, peningkatan perkembangan tingkat emosi anak dan penerimaan diri anak bersangkutan, membantu perkembangan fisik anak, dan mengembangkan tingkat intelektual dan akademik.

Anak – anak tunadaksa wajib bersekolah di sekolah – sekolah regular, sekolah inklusi dan sekolah – sekolah khusus seperti sekolah luar biasa / SLB dan yayasan pendidikan anak – anak cacat / YPAC.

Yang mana sekolah ideal bagi anak – anak tunadaksa adalah sekolah yang biasa menyediakan segala kebutuhan anak seperti pengajar dan pelayan dibidang pedagogik, dokter rehab medis, dokter anak, dokter ortopedi, dokter syaraf, psikolog, guru – guru konseling, pekerja sosial, fisioterapis, terapis bicara dan terapis okupasi.

Juga perlu diberikan pembelajaran khusus kepada anak – anak tunadaksa. Antara lain sebagai berikut : vocational (pemberian program – program khusus atau umum yang dirancang untuk anak bersangkutan wajib melalui tahapan yang diberi nama assesmen, speech teraphy (diperuntukkan bagi anak – anak yang mengalami masalah dalam berbicara), bina diri, bina gerak, dan rehabilitasi fisik.

 

Topik Lainnya